
Newsletter
Tema Pasar Hari Ini: Perdagangan
Raditya Hanung & Hidayat Setiaji & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
17 September 2018 05:15

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia bergerak menguat sepanjang pekan lalu. Namun pada hari ini, ada risiko besar yang menghantui yaitu perang dagang Amerika Serikat (AS) vs China.
Minggu lalu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terapresiasi. IHSG mampu melesat 1,36% sementara rupiah menguat 0,1%. Friksi dagang AS vs China menjadi tema utama perjalanan pasar keuangan dunia, termasuk Indonesia.
Pada awal-awal pekan, pelaku pasar dibuat cemas bukan main kala hubungan Washington-Beijing memanas. Presiden AS Donald Trump menegaskan siap menerapkan bea masuk baru bagi impor produk made in China senilai US$ 200 miliar. Setelah itu, akan ada bea masuk tambahan lagi bagi impor senilai US$ 267 miliar.
"(Bea masuk) US$ 200 miliar bisa diterapkan sesegera mungkin, tergantung China. Saya benci mengatakan ini, tetapi setelah itu ada (bea masuk untuk importasi) US$ 267 miliar yang siap diterapkan kalau saya mau," tegas Trump, dikutip dari Reuters.
China pun tidak kalah garang, bahkan lebih konkret. Beijing telah melapor kepada Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mengenai kebijakan AS yang dianggap merugikan, yaitu bea masuk anti-dumping, terhadap berbagai produk Negeri Tirai Bambu.
China mengeluh karena kebijakan ini merugikan mereka hingga US$ 7,04 miliar per tahun. Oleh karena itu, China meminta restu kepada WTO untuk menerapkan kebijakan serupa dengan nilai yang sama bagi produk-produk made in USA.
AS dan China adalah dua perekonomian terbesar di planet bumi. Ketika mereka terlibat friksi, dampaknya adalah arus perdagangan dan pertumbuhan ekonomi dunia akan terhambat.
Saat perekonomian dunia melambat akibat tensi perang dagang global, maka investor akan dipaksa bermain aman, tidak mau mengambil aset-aset berisiko apalagi di negara berkembang. Tentunya hal ini bukan kabar baik bagi bursa saham regional.
Namun kian mendekati akhir pekan, terlihat ada pelangi di ujung badai. AS-China justru akan melakukan perundingan dagang, sesuatu yang berpotensi menghapus gesekan di antara mereka.
"Ada diskusi dan informasi bahwa pemerintah China ingin mengadakan pembicaraan. Jadi, Menteri Keuangan Steve Mnuchin selaku pimpinan delegasi mengirimkan undangan," ungkap Lawrence 'Larry' Kudlow, Penasihat Ekonomi Gedung Putih, mengutip Reuters.
Sementara Geng Shuang, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, mengungkapkan bahwa Beijing telah menerima dengan baik undangan dari AS dan kedua negara sedang merumuskan detil-detil soal pertemuan tersebut.
"China selalu berpandangan bahwa eskalasi konflik perdagangan tidak akan menguntungkan siapa pun. Bahkan, dalam pembicaraan awal bulan lalu di Washington, kedua negara telah membahas berbagai bentuk kontak," kata Geng, dikutip dari Reuters.
Faktor damai dagang ternyata lebih dominan sehingga membawa IHSG menguat tajam sepekan lalu. Tidak hanya IHSG, bursa utama Asia lainnya pun melejit seperti Nikkei 225 (+3,53%), Hang Seng (+1,16%), Kospi (1,61%), dan Straits Time (+0,86%).
Minggu lalu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terapresiasi. IHSG mampu melesat 1,36% sementara rupiah menguat 0,1%. Friksi dagang AS vs China menjadi tema utama perjalanan pasar keuangan dunia, termasuk Indonesia.
Pada awal-awal pekan, pelaku pasar dibuat cemas bukan main kala hubungan Washington-Beijing memanas. Presiden AS Donald Trump menegaskan siap menerapkan bea masuk baru bagi impor produk made in China senilai US$ 200 miliar. Setelah itu, akan ada bea masuk tambahan lagi bagi impor senilai US$ 267 miliar.
"(Bea masuk) US$ 200 miliar bisa diterapkan sesegera mungkin, tergantung China. Saya benci mengatakan ini, tetapi setelah itu ada (bea masuk untuk importasi) US$ 267 miliar yang siap diterapkan kalau saya mau," tegas Trump, dikutip dari Reuters.
China pun tidak kalah garang, bahkan lebih konkret. Beijing telah melapor kepada Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mengenai kebijakan AS yang dianggap merugikan, yaitu bea masuk anti-dumping, terhadap berbagai produk Negeri Tirai Bambu.
China mengeluh karena kebijakan ini merugikan mereka hingga US$ 7,04 miliar per tahun. Oleh karena itu, China meminta restu kepada WTO untuk menerapkan kebijakan serupa dengan nilai yang sama bagi produk-produk made in USA.
AS dan China adalah dua perekonomian terbesar di planet bumi. Ketika mereka terlibat friksi, dampaknya adalah arus perdagangan dan pertumbuhan ekonomi dunia akan terhambat.
Saat perekonomian dunia melambat akibat tensi perang dagang global, maka investor akan dipaksa bermain aman, tidak mau mengambil aset-aset berisiko apalagi di negara berkembang. Tentunya hal ini bukan kabar baik bagi bursa saham regional.
Namun kian mendekati akhir pekan, terlihat ada pelangi di ujung badai. AS-China justru akan melakukan perundingan dagang, sesuatu yang berpotensi menghapus gesekan di antara mereka.
"Ada diskusi dan informasi bahwa pemerintah China ingin mengadakan pembicaraan. Jadi, Menteri Keuangan Steve Mnuchin selaku pimpinan delegasi mengirimkan undangan," ungkap Lawrence 'Larry' Kudlow, Penasihat Ekonomi Gedung Putih, mengutip Reuters.
Sementara Geng Shuang, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, mengungkapkan bahwa Beijing telah menerima dengan baik undangan dari AS dan kedua negara sedang merumuskan detil-detil soal pertemuan tersebut.
"China selalu berpandangan bahwa eskalasi konflik perdagangan tidak akan menguntungkan siapa pun. Bahkan, dalam pembicaraan awal bulan lalu di Washington, kedua negara telah membahas berbagai bentuk kontak," kata Geng, dikutip dari Reuters.
Faktor damai dagang ternyata lebih dominan sehingga membawa IHSG menguat tajam sepekan lalu. Tidak hanya IHSG, bursa utama Asia lainnya pun melejit seperti Nikkei 225 (+3,53%), Hang Seng (+1,16%), Kospi (1,61%), dan Straits Time (+0,86%).
Pages
Most Popular