
Newsletter
Tema Pasar Hari Ini: Perdagangan
Raditya Hanung & Hidayat Setiaji & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
17 September 2018 05:15

Untuk perdagangan hari ini, sentimen utama yang perlu dipantau pelaku pasar adalah kelanjutan isu perdagangan AS-China. Meski pekan lalu ada kemajuan, tetapi bukan tidak mungkin hari ini mundur lagi.
Pasalnya, seperti diberitakan Reuters, pemerintahan Presiden Trump ngotot untuk menerapkan bea masuk kepada impor produk China senilai US$ 200 miliar walaupun perundingan berlangsung tidak lama lagi. Seorang pejabat senior di pemerintahan AS menyebutkan kebijakan itu bisa berlaku paling awal Senin (17/99/2018) waktu setempat.
Tarif bea masuk yang bakal diterapkan adalah 10%. Produk-produk yang disasar sangat banyak, di antaranya barang elektronik, furnitur, alat penerangan, ban, farmasi, sepeda, sampai kursi untuk bayi.
Gedung Putih belum memberikan konfirmasi mengenai hal ini. Namun akhir pekan lalu, ada komentar bernada tegas dari sana yang mungkin saja bisa menjadi 'pertanda alam'.
"Presiden sudah menegaskan bahwa pemerintahannya akan terus bertindak merespons praktik perdagangan China yang tidak adil. Kami mendorong China untuk memahami perhatian yang dilayangkan AS," tegas Lindsay Walters, Juru Bicara Gedung Putih, dikutip dari Reuters.
Oleh karena itu, investor perlu memonitor dinamika perdagangan AS-China. Jika AS sampai menerapkan bea masuk baru, maka dampaknya akan luar biasa. China kemungkinan besar akan membalas, dan damai dagang semakin jauh panggang dari api.
Saat api perang dagang kembali berkobar, pelaku pasar akan cenderung memilih bermain aman. Untuk apa mengambil risiko saat pertumbuhan ekonomi global sedang terancam? Tentu ini bukan berita baik untuk IHSG.
Kemudian, perang dagang juga membuat investor cenderung masuk ke aset-aset aman (safe haven), salah satunya dolar AS. Apabila ini yang terjadi, maka greenback akan menguat dan menekan mata uang lainnya. Rupiah pun bisa terancam melemah.
Selain perang dagang, penguatan dolar AS juga didukung oleh rilis data ekonomi di Negeri Paman Sam. Kementerian Perdagangan AS melaporkan, penjualan ritel pada Agustus 2018 naik 0,1% secara month-to-month (MtM). Sementara data Juli 2018 direvisi dari 0,5% menjadi 0,7%.
Kemudian, University of Michigan merilis data pendahuluan Indeks Keyakinan Konsumen periode September 2018 yaitu di angka 100,8. Angka ini di atas ekspektasi pasar yaitu 96,7.
Terakhir, produksi industri AS tumbuh sebesar 0,4% MtM pada Agustus. Peningkatan itu juga mampu mengungguli ekspektasi pasar sebesar 0,3%.
Data-data yang positif itu semakin memperkuat keyakinan pasar bahwa The Federal Reserve/The Fed akan menaikkan suku bunga acuan pada rapat bulan ini. Menurut CME Fedwatch, kemungkinan kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 2-2,25% mencapai 96,8%.
Apabila perekonomian AS terus membaik, maka The Fed diperkirakan kembali menaikkan suku bunga pada Desember. Probabilitasnya cukup tinggi yaitu 75,9%.
Didukung sentimen kenaikan suku bunga, dolar AS pun siap melaju meninggalkan mata uang negara lainnya. Sebab, kenaikan suku bunga akan membuat imbalan investasi (terutama di instrumen berpendapatan tetap) ikut naik.
Investor tentu menyukai ini, dan akan berbondong-bondong memborong dolar AS dan instrumen berbasis mata uang tersebut. Saat ini terjadi, maka penguatan greenback adalah sebuah keniscayaan sejarah.
(aji/aji)
Pasalnya, seperti diberitakan Reuters, pemerintahan Presiden Trump ngotot untuk menerapkan bea masuk kepada impor produk China senilai US$ 200 miliar walaupun perundingan berlangsung tidak lama lagi. Seorang pejabat senior di pemerintahan AS menyebutkan kebijakan itu bisa berlaku paling awal Senin (17/99/2018) waktu setempat.
Tarif bea masuk yang bakal diterapkan adalah 10%. Produk-produk yang disasar sangat banyak, di antaranya barang elektronik, furnitur, alat penerangan, ban, farmasi, sepeda, sampai kursi untuk bayi.
Gedung Putih belum memberikan konfirmasi mengenai hal ini. Namun akhir pekan lalu, ada komentar bernada tegas dari sana yang mungkin saja bisa menjadi 'pertanda alam'.
"Presiden sudah menegaskan bahwa pemerintahannya akan terus bertindak merespons praktik perdagangan China yang tidak adil. Kami mendorong China untuk memahami perhatian yang dilayangkan AS," tegas Lindsay Walters, Juru Bicara Gedung Putih, dikutip dari Reuters.
Oleh karena itu, investor perlu memonitor dinamika perdagangan AS-China. Jika AS sampai menerapkan bea masuk baru, maka dampaknya akan luar biasa. China kemungkinan besar akan membalas, dan damai dagang semakin jauh panggang dari api.
Saat api perang dagang kembali berkobar, pelaku pasar akan cenderung memilih bermain aman. Untuk apa mengambil risiko saat pertumbuhan ekonomi global sedang terancam? Tentu ini bukan berita baik untuk IHSG.
Kemudian, perang dagang juga membuat investor cenderung masuk ke aset-aset aman (safe haven), salah satunya dolar AS. Apabila ini yang terjadi, maka greenback akan menguat dan menekan mata uang lainnya. Rupiah pun bisa terancam melemah.
Selain perang dagang, penguatan dolar AS juga didukung oleh rilis data ekonomi di Negeri Paman Sam. Kementerian Perdagangan AS melaporkan, penjualan ritel pada Agustus 2018 naik 0,1% secara month-to-month (MtM). Sementara data Juli 2018 direvisi dari 0,5% menjadi 0,7%.
Kemudian, University of Michigan merilis data pendahuluan Indeks Keyakinan Konsumen periode September 2018 yaitu di angka 100,8. Angka ini di atas ekspektasi pasar yaitu 96,7.
Terakhir, produksi industri AS tumbuh sebesar 0,4% MtM pada Agustus. Peningkatan itu juga mampu mengungguli ekspektasi pasar sebesar 0,3%.
Data-data yang positif itu semakin memperkuat keyakinan pasar bahwa The Federal Reserve/The Fed akan menaikkan suku bunga acuan pada rapat bulan ini. Menurut CME Fedwatch, kemungkinan kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 2-2,25% mencapai 96,8%.
Apabila perekonomian AS terus membaik, maka The Fed diperkirakan kembali menaikkan suku bunga pada Desember. Probabilitasnya cukup tinggi yaitu 75,9%.
Didukung sentimen kenaikan suku bunga, dolar AS pun siap melaju meninggalkan mata uang negara lainnya. Sebab, kenaikan suku bunga akan membuat imbalan investasi (terutama di instrumen berpendapatan tetap) ikut naik.
Investor tentu menyukai ini, dan akan berbondong-bondong memborong dolar AS dan instrumen berbasis mata uang tersebut. Saat ini terjadi, maka penguatan greenback adalah sebuah keniscayaan sejarah.
(aji/aji)
Pages
Most Popular