
Newsletter
AS-China Perang Dagang, Dunia Meradang
Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
23 March 2018 06:22

Untuk perdagangan hari ini, sentimen dari Wall Street akan mewarnai bursa Asia dan bukan tidak mungkin Indonesia. Virus koreksi Wall Street bisa menular ke Benua Kuning.
Selain itu, kekhawatiran terhadap perang dagang juga bisa menjadi sentimen negatif bagi IHSG. China dan AS merupakan negara-negara mitra dagang utama Indonesia. Bila industri di sana melambat, maka dampaknya adalah ekspor Indonesia ikut seret.
Kemudian, pasar juga akan mulai mencerna keputusan Bank Indonesia (BI) yang menahan suku bunga acuan 7 days reverse repo rate di 4,25%. BI menilai suku bunga ini masih relevan untuk menjaga inflasi di kisaran 3,5% plus minus satu dan mendukung upaya pemulihan ekonomi domestik.
Namun, kebijakan tersebut terjadi di tengah tren kenaikan suku bunga global. Selain The Fed, Bank Sentral China (PBoC) juga menaikkan suku bunga acuan sebesar 5 basis poin.
Kebijakan BI tersebut sepertinya sudah mempengaruhi pergerakan rupiah. Setelah bergerak menguat hingga tengah hari, rupiah berbalik melemah di sore hari kemarin.
Keputusan BI menahan suku bunga acuan sementara The Fed dan PBoC menaikkan membuat selisih bunga (spread) menjadi semakin sempit. Hal tersebut memicu aliran modal keluar dan menjadi salah satu faktor yang membebani rupiah.
Perkembangan harga komoditas juga sepertinya tidak memihak IHSG. Setelah sempat melonjak, kini harga minyak terkoreksi.
Penurunan harga minyak disebabkan oleh aksi ambil untung karena sebelumnya terjadi kenaikan yang signifikan. Koreksi harga minyak bisa lebih dalam jika tidak ada kabar bahwa Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) berkomitmen untuk meneruskan pembatasan produksi.
Menteri Energi Arab Saudi, Khalid al Falih, menegaskan OPEC perlu berkoordinasi untuk mengurangi pasokan minyak. Pengurangan produksi telah terbukti mampu mengangkat harga si emas hitam yang sempat terpuruk.
Selain itu, kekhawatiran terhadap perang dagang juga membuat harga minyak melemah. Ketika perang dagang menyebabkan kinerja industri global melambat, maka permintaan terhadap energi tentu ikut turun.
Namun ada pula potensi bagi IHSG untuk berbalik arah ke zona hijau. Pertama adalah koreksi yang melanda IHSG membuat harga aset menjadi lebih terjangkau.
Kini IHSG membukukan pelemahan 1,6% secara year to date. Ini bisa dimanfaatkan investor untuk melakukan aksi borong dan mendorong IHSG.
Kedua adalah laporan kinerja emiten. Sejumlah emiten diagendakan melakukan paparan seperti ITMG, BBTN, dan ISAT. Bila ada kabar baik, maka bisa menjadi sentimen positif buat IHSG. (aji/aji)
Selain itu, kekhawatiran terhadap perang dagang juga bisa menjadi sentimen negatif bagi IHSG. China dan AS merupakan negara-negara mitra dagang utama Indonesia. Bila industri di sana melambat, maka dampaknya adalah ekspor Indonesia ikut seret.
Kemudian, pasar juga akan mulai mencerna keputusan Bank Indonesia (BI) yang menahan suku bunga acuan 7 days reverse repo rate di 4,25%. BI menilai suku bunga ini masih relevan untuk menjaga inflasi di kisaran 3,5% plus minus satu dan mendukung upaya pemulihan ekonomi domestik.
Namun, kebijakan tersebut terjadi di tengah tren kenaikan suku bunga global. Selain The Fed, Bank Sentral China (PBoC) juga menaikkan suku bunga acuan sebesar 5 basis poin.
Kebijakan BI tersebut sepertinya sudah mempengaruhi pergerakan rupiah. Setelah bergerak menguat hingga tengah hari, rupiah berbalik melemah di sore hari kemarin.
Keputusan BI menahan suku bunga acuan sementara The Fed dan PBoC menaikkan membuat selisih bunga (spread) menjadi semakin sempit. Hal tersebut memicu aliran modal keluar dan menjadi salah satu faktor yang membebani rupiah.
Perkembangan harga komoditas juga sepertinya tidak memihak IHSG. Setelah sempat melonjak, kini harga minyak terkoreksi.
Penurunan harga minyak disebabkan oleh aksi ambil untung karena sebelumnya terjadi kenaikan yang signifikan. Koreksi harga minyak bisa lebih dalam jika tidak ada kabar bahwa Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) berkomitmen untuk meneruskan pembatasan produksi.
Menteri Energi Arab Saudi, Khalid al Falih, menegaskan OPEC perlu berkoordinasi untuk mengurangi pasokan minyak. Pengurangan produksi telah terbukti mampu mengangkat harga si emas hitam yang sempat terpuruk.
Selain itu, kekhawatiran terhadap perang dagang juga membuat harga minyak melemah. Ketika perang dagang menyebabkan kinerja industri global melambat, maka permintaan terhadap energi tentu ikut turun.
Namun ada pula potensi bagi IHSG untuk berbalik arah ke zona hijau. Pertama adalah koreksi yang melanda IHSG membuat harga aset menjadi lebih terjangkau.
Kini IHSG membukukan pelemahan 1,6% secara year to date. Ini bisa dimanfaatkan investor untuk melakukan aksi borong dan mendorong IHSG.
Kedua adalah laporan kinerja emiten. Sejumlah emiten diagendakan melakukan paparan seperti ITMG, BBTN, dan ISAT. Bila ada kabar baik, maka bisa menjadi sentimen positif buat IHSG. (aji/aji)
Next Page
Simak Peristiwa dan Data Berikut Ini
Pages
Most Popular