Tak Usah Panik, Bunda! Minyak Goreng Belum Bakal Langka
Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N Mandey mengatakan, minyak goreng belum akan langka dari pasar.
Sebab, meski peritel sejak pekan lalu mengancam boikot menjual minyak goreng, menurut Roy, opsi itu bukanlah pilihan utama.
Hal itu diungkapkan Roy usai bertemu dengan Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kepala Badan Kebijakan Perdagangan, dan Staf Khusus Staf Khusus Menteri Perdagangan (Mendag) di kantor Kemendag, Kamis (4/5/2023).
"Kami masih akan menunggu kepastian dari pemerintah, kepastian kapan selesai dan kepastian akan dibayar. Kami harap ini selesai dalam 2-3 bulan ke depan," kata Roy.
"Tadi belum ada jawaban. Karena ini memang sudah melibatkan institusi lain, Kejaksaan Agung (Kejagung). Kejagung kan tidak di bawah Kemendag, tidak bisa kontrol," ujarnya.
Sementara, imbuh dia, Aprindo tidak bisa berkomunikasi langsung kepada Kejagung.
"Karena kan Kejaksaan itu pengacara negara. Nah, kalau Aprindo ke Kejagung, berarti harus pakai pengacaraa swasta," katanya.
"Kami masih mengupayakan nggak menempuh cara hukum, menggugat dan sebagainya. Karena itu membebani kami. Jadi kami mengurangi cara-cara hukum," tambah Roy.
Peritel, ujarnya, hanya menuntut kepastian dari pemerintah, yaitu Kemendag yang tentu sudah mengetahui duduk perkara polemik utang rafaksi ini.
"Tadi dalam pembicaraan kita cerita ihwal Permendag N0 3/2022, Kemendag akui kalau itu harus dibaayar. Dan ini kan sesuai harapan kami. Tapi karena ada institusi lain apakah dibayar atau nggak, itu jadi diskusi panjang. Karena ketika minta legal opinion ke Kejaksaan ada 2 opsi, kita yang sudah menjalankan kewajiban dibayar, atau tidak dibayar," ujarnya.
"Tadi katanya sudah ada perkembangan, kami percaya dengan Kemendag. Tadi belum bisa diberikan jawaban. Kemendag bilang tadi sudah bicara Januari awal, dan beberapa minggu lalu. Prinsipnya adalah masih proses," jelas Roy.
Terkait rencana memboikot penjualan minyak goreng, Roy menambahkan, pihaknya tetap akan mempertimbangkan opsi-opsi tersebut.
"Opsi-opsi mengurangi pembelian, atau menghentikan, atau pun juga memotong tagihan, opsi-opsi ini belum kita lakukan. Karena prosesnya sedang berjalan untuk galang opsi ini, karena menyangkut dengan cabang-cabang di daerah," ujarnya.
"Kita sedang jalankan kebutuhan untuk opsi-opsi ini. Dengan dipanggil hari ini, kita akui ada perkembangan. Kalau tidak dibayar, kasus baru ini," katanya.
Jika pemerintah tak juga menjawab kepastian dari opini hukum Kejagung dan tak akan membayar, peritel akan melakukan opsi berikutnya.
Mulai dari mengurangi pembelian minyak goreng, menghentikan penjualan, sampai cara-cara hukum.
"Soal PTUN, peritel memang nggak bisa PTUN karena yang bayar itu BPDPKS. Dan bukan itu bagusnya. Kan waktu kami ditugasin Permendag itu nggak pake hukum, nggak tanya pengacara. Kita ikhlas disuruh jual minyak goreng yang tadinya Rp24.000 per liter jadi Rp14.000 per liter," terang Roy.
Seperti diketahui, utang pemerintah sebesar Rp344 miliar ini berasal dari selisih bayar atau rafaksi untuk penjualan sekitar 40 juta liter minyak goreng yang diperintahkan pemerintah dengan harga jual merata Rp14.000 per liter. Yang diterapkan pada 19-31 Januari 2023.
Kebijakan ini diberlakukan oleh Menteri Perdagangan (Mendag) kala itu, Muhammad Lutfi dengan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 3/2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan Untuk Kebutuhan Masyarakat Dalam Kerangka Pembiayaan oleh BPDPKS. Menyusul lonjakan harga minyak goreng yang terus menanjak sejak akhir tahun 2021.
"Kami berharap 2-3 bulan selesai, sebelum ramai-ramai pesta demokrasi," kata Roy.
(dce/dce)