Mendag Takut Masuk Penjara, Utang Migor Menggantung Rp 344 M

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
04 May 2023 17:25
Pantauan harga minyak di Indomaret kawasan Jakarta Pusat, Rabu (3/5/2023). (CNBC Indonesia/Martya Rizky)
Foto: Pantauan harga minyak di Indomaret kawasan Jakarta Pusat, Rabu (3/5/2023). (CNBC Indonesia/Martya Rizky)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah dan pengusaha ritel modern nasional tengah bersitegang. Akibat utang selisih bayar atau rafaksi minyak goreng sebesarĀ Rp344 miliar yang belum dibayarkan pemerintah kepada peritel modern.

Bahkan, akibat mandeknya pembayaran utang itu, pengusaha ritel modern mengancam akan melakukan pengurangan dan penghentian pembelian minyak goreng. Jika terjadi, hal ini berarti akan memangkas ketersediaan minyak goreng di ritel modern.

Peritel juga mempertimbangkan upaya hukum jika pemerintah kemudian memutuskan tak akan membayar utang tersebut.

"Kami masih akan menunggu kepastian dari pemerintah. Kepastian kapan dibayar ya, bukan tidak akan bayar. Segala utang kan harus dibayar," kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N Mandey usai bertemu dengan Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kepala Badan Kebijakan Perdagangan, dan Staf Khusus Staf Khusus Menteri Perdagangan (Mendag) di kantor Kemendag, Kamis (4/5/2023).

Lalu, kenapa pemerintah sampai berutang Rp344 miliar kepada peritel modern?

Berawal dari program minyak goreng satu harga, Rp14.000 per liter, yang diberlakukan Menteri Perdagangan sebelumnya, Muhammad Lutfi, pada Janauri 2023. Dengan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 3/2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan Untuk Kebutuhan Masyarakat Dalam Kerangka Pembiayaan Oleh BPDPKS. Nahasnya, PermendagĀ itu dicabut dalam hitungan pekan, dan diganti dengan kebijakan baru.

Lewat Permendag itu, pemerintah menjanjikan mengalokasikan anggaran sebesar Rp7,6 triliun dari kas Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sebagai subsidi mengganti selisih harga pedagang dengan harga pemerintah.

Kebijakan satu harga diberlakukan menyusul lonjakan harga minyak goreng saat itu, bahkan sampai menembus Rp18.000 per liter kala itu. Kenaikan harga minyak goreng terjadi sejak akhir tahun 2021, efek domino 'meledaknya' permintaan, dan diperburuk perang Rusia-Ukraina yang pecah pada Februari 2022.

"Sebelum Permendag itu terbit, kami sudah diingatkan bahwa akan ada kebijakan seperti itu. Dan, saat itu, kami tak ada pakai pengacara, kami ikhlas langsung menjalankan. Disuruh menjual minyak goreng yang tadinya harganya Rp24.000 per liter jadi Rp14.000 per liter," terang Roy.

"Harga keekonomian minyak goreng saat itu sebenarnya Rp17.260 per liter. Nah, kami jual Rp14.000 per liter, artinya pemerintah harus bayar selisih Rp3.260 per liter. Tapi, saat itu ada yang beli Rp19.000 bahkan Rp20.000 per liter. Tapi kami ikhlas aja demi bangsa," tambah dia.

Program itu berlangsung pada 19-31 Januari 2022. Di mana, rafaksi itu adalah hasil selisih harga atas sekitar 40 juta liter minyak goreng satu harga saat itu.

"Kami berharap 2-3 bulan selesai, sebelum ramai-ramai pesta demokrasi," kata Roy.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas) mengatakan, pihaknya menunggu 'lampu hijau' dari dari Kejaksaan Agung (Kejagung) sebelum pemerintah lewat BPDPKS memutuskan membayar atau tidak rafaksi itu.

"BPDPKS mau bayar tapi Permendag sudah gak ada, maka perlu payung hukum kalo itu. Kan BPDPKS mau bayar, dia bayar kalau ada aturan. Kalau ngga (tanpa payung hukum), dia masuk penjara. BPDPKS oke saya bayar kalau ada aturannya," kaya Zulhas.

"Aturan Permendag sudah gak ada, kita perlu fatwa hukum. Itu diminta sekjen ke Kejaksaan Agung (Kejagung). Kalo udah ada, nanti kita bilang saya bikin surat bayar nih, jadi bukan kita yang bayar, anggarannya gak ada kalo kita," sebut Zulhas.


(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tiba-tiba, Bos Ritel Modern Minta Maaf & Peringatkan Warga RI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular