
Dibanding SBY, Jokowi Lebih 'Ngegas'! Tapi Ekonomi Tak Nanjak

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama 8 tahun menjabat sebagai kepala negara gencar melakukan pembangunan infrastruktur atau kawasan industri. Namun, dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi belum terasa.
Sejumlah pembangunan infrastruktur dan proyek ambisius digalakkan Jokowi, mulai dari Trans Papua, Kereta Cepat Jakarta Bandung, Light Rail Transit (LRT), mega proyek pembangunan listrik 35.000 MW, food estate, kawasan industri, hingga bandara-bandara di daerah.
Pembangunan beribu-ribu kilometer jalan tolong. Hingga proyek paling ambisius terkini adalah pemindahan ibu kota baru dari Jakarta ke Kalimantan Timur.
Diketahui, anggaran pemerintah selama dua periode Jokowi menjabat, telah mencapai Rp 2.768,9 triliun. Anggaran infrastruktur terus menanjak dari Rp 256,1 triliun pada 2015 menjadi Rp 363,8 triliun pada 2022.
Anggaran infrastruktur bahkan pernah menyentuh sekira Rp 400 triliun pada 2018-2019, meskipun realisasinya tak mencapai 100% atau hanya berkisar Rp 394 triliun.
Anggaran infrastruktur pada pemerintahan Jokowi jauh lebih besar dibandingkan pada periode Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Pada periode 2005-2013 saat Presiden SBY menjabat secara penuh, anggaran infrastruktur yang digelontorkan mencapai Rp 824,80 triliun. Dengan rata-rata anggaran infrastruktur terhadap PDB mencapai 1,55% dari PDB. Angkanya naik menjadi 2,05% dari PDB pada era Presiden Jokowi.
Jumlah tersebut lebih rendah dari angka idealnya yakni 4-4,5% dari PDB.
Adapun rata-rata pertumbuhan ekonomi pada delapan tahun pertama pemerintahan SBY lebih tinggi dibandingkan Jokowi meskipun pembangunan besar-besaran dilakukan Jokowi.Pada periode 2005-2012, ekonomi Indonesia tumbuh 5,89% sementara pada 2015-2022 sebesar 4%.
Kedua presiden sama-sama diberkahi berkah berupa booming komoditas. Keduanya juga dihadapkan pada krisis besar di bidang ekonomi dan kesehatan.
SBY dihadapkan pada Krisis Keuangan Global pada 2008/2009 yang membuat pasar keuangan dunia rontok. Jokowi harus berjuang menyelamatkan Indonesia dari dampak pandemi Covid-19 yang meluluhlantakan ekonomi Indonesia.
Keduanya juga sama-sama harus menaikkan harga BBM subsidi demi menyelamatkan APBN tetapi di sisi lain memangkas daya beli dan pertumbuhan.
Presiden SBY menaikkan harga BBM subsidi pada 2005, 2008, dan 2013. Presiden Jokowi menaikkan harga BBM subsidi pada 2014 dan 2022.
