Dear Pak Jokowi! PDB Tumbuh 7% Mustahil, 5% Saja Ngos-ngosan

Jakarta, CNBC Indonesia - Ambisi Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mencapai pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 7%, dinilai akan sulit untuk terwujud di masa terakhir kepala negara menjabat.
Seperti diketahui, masa jabatan Presiden Jokowi akan berakhir pada 2024 mendatang. Presiden Joko Widodo (Jokowi) berjanji membuat ekonomi Indonesia meroket hingga 7%.
Ekonomi Indonesia memang sempat melambung ke level 7,08% (yoy) pada kuartal II-2021. Namun, lonjakan pertumbuhan lebih disebabkan oleh basis perhitungan yang sangat rendah pada kuartal II-2020 yakni kontraksi sebesar 5,32% (yoy).
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata pertumbuhan ekonomi pada 2015-2022 mencapai 4% per kuartal. Pencapaian tersebut jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata per kuartal era awal reformasi (2000) hingga 2014 yakni 5,34%.
Guru Besar Ilmu Ekonomi Politik Universitas Paramadina Didik J Rachbini menilai, cita-cita Jokowi pertumbuhan ekonomi 7% salah satu janji kampanye yang tidak mungkin tercapai
"Sekarang saja dan tahun ini mempertahankan 5% tidak mudah. Bagaimana mencapai 7%? Momentumnya sudah lewat karena masa produktif sisa tahun saja, karena akhir tahun sudah sampai pemilihan presiden," jelas Didik kepada CNBC Indonesia, Kamis (9/2/2023).
Alasan tidak mungkin terwujudnya cita-cita Jokowi tersebut, menurut Didik karena berbagai faktor, terutama dari sisi sektor industri. "Tidak ada kebijakan industri untuk mencapai 10% seperti beberapa dekade lalu," tuturnya.
Investasi di Indonesia, juga kata Didik tidak berkualitas, karena banyak pada sektor jasa yang tidak cukup pertumbuhannya.
Pun ekspor untuk penetrasi pasar internasional juga lemah. Kecuali, dua tahun ini karena harga komoditas rendah. "Baru ada kebijakan hilirisasi satu, dua tahun terakhir ini," ujar Didik.
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet punya pandangan lain.
Meskipun dalam masa pemerintahan Jokowi, rata-rata pertumbuhan ekonomi tanah air selalu stagnan pada kisaran 5%, pertumbuhan ekonomi Indonesia diyakini bisa mencapai 7%, asalkan industri manufaktur bisa ditingkatkan.
Sehingga, menurut Yusuf untuk mewujudkan target ambisius Jokowi tersebut tidaklah mudah dan dibutuhkan upaya yang sangat ekstra. Mengingat Indonesia saat ini masih berfokus untuk memulihkan perekonomian.
Untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 7%, maka cara atau pendekatan yang dilakukan memang tidak bisa seperti yang sudah dilakukan selama ini.
Jika mengacu pada negara-negara yang berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 7%, seperti China, India, dan Vitenam, salah satu hal yang perlu didorong adalah industri manufaktur.
"Proses re-industrialisasi saya kira perlu dibicarakan kembali dimana industri manufaktur, perlu didorong untuk berkontribusi lebih banyak dalam struktur PDB di dalam negeri," jelas Yusuf.
Sementara, dalam tiga tahun belakang, kontribusi industri manufaktur dalam pertumbuhan ekonomi, juga dalam tren menurun. Pada 2020 misalya, sektor manufaktur menyumbang 19,87% dari total PDB, turun menjadi 19,24% pada 2021, dan hanya tersisa 18,34% pada 2022.
Sehingga, menurut Yusuf untuk bisa tumbuh perekonomian yang lebih tinggi adalah hal yang kemudian perlu dilakukan pemerintah jika ingin mencapai target pertumbuhan ekonomi 7%.
Pada satu sisi untuk mendorong industri manufaktur di tanah air, masih dihadapkan dengan berbagai tantangan. Misalnya, suku bunga yang relatif tinggi di Indonesia.
Berikutnya masalah ketersediaan bahan baku, meskipun Indonesia dikenal sebagai negara kaya sumber daya alam. Namun beberapa komoditasnya tidak dikelola dengan nilai tambah yang tinggi.
Selain itu ketidakmampuan menyediakan bahan baku akhirnya mendorong pelaku usaha untuk melakukan impor bahan baku.
Terakhir yang tidak kalah penting, masih kurangnya keterlibatan industri manufaktur pada rantai pasok global.
"Saat ini keterlibatan industri manufaktur dalam negeri dalam rantai pasok global, lebih banyak forward participation sedangkan untuk backward participation," jelas Yusuf.
"Untuk sampai kesana, masalah PR yang disebutkan di awal, perlu diselesaikan terlebih dahulu. Termasuk di dalamnya penyediaan infrastruktur, harga gas dan listrik yg kompetitif hingga masalah peningkatan SDM," kata Yusuf lagi.
[Gambas:Video CNBC]
Jokowi Putar Balik! Tadinya Dunia Suram, Kini Agak Cerahan
(cap/cap)