
Ramalan 10 Lembaga Asing: Dunia 2023 Suram, Negara Maju Jatuh

Belum meredanya tensi geopolitik Rusia dan Ukraina pada 2023, pada gilirannya akan membuat pasokan untuk kebutuhan dunia masih akan terhambat. Mengingat Rusia dan Ukraina merupakan negara pemasok terbesar dua kebutuhan primer umat manusia.
Minimnya pasokan kebutuhan terutama pasokan pangan dan energi, akan memicu tekanan inflasi di sejumlah negara.
IMF memperkirakan, inflasi global akan mencapai 6,5% pada 2023, lebih rendah dari outlook inflasi global di 2022 yang sebesar 8,8%.
UOB dalam laporannya mengungkapkan, laju inflasi global yang bersumber dari inflasi inti diperkirakan akan mereda pada 2023, namun kemungkinan masih pada rata-rata pada sasaran 2%.
Adapun risiko yang membayangi di tahun ini, menurut UOB yaitu beberapa potensi guncangan inflasi, putaran baru kenaikan harga energi global, gangguan baru dalam rantai pasokan, dampak berkelanjutan dari konflik Rusia-Ukraina, dan ancaman wage-price spiral.
Deutsche Bank dalam outlooknya mengungkapkan, energi masih menjadi pendorong besar inflasi. Meskipun harga minyak mentah dunia turun beberapa bulan terakhir pada 2022, namun diperkirakan akan diikuti oleh kenaikan tajam pada 2023.
Meningkatnya harga minyak mentah dunia pada tahun ini disebabkan oleh adanya peningkatan permintaan karena percepatan ekonomi China, namun ketersediannya atau supply terbatas.
"Pemotongan produksi yang dipaksakan sendiri oleh OPEC+ dan perusahana minyak yang tidak memadai. Serta kapasitas produksi yang tidak mencukupi dalam beberapa tahun terakhir," tulis Deutcshe Bank.
Upaya Uni Eropa dan AS untuk mengecualikan minyak Rusia dari pasar juga akan menambah tekanan. Sementara harga gas yang menurun baru-baru ini dinilai masih mahal, jauh dari harga sebelum meletusnya perang Rusia-Ukraina.
Oleh karena itu, bank sentral semakin memperhatikan inflasi inti, karena mempertimbangkan harga energi dan pangan yang tidak stabil.
Bank sentral dalam menentukan kebijakan suku bunga sudah otomatis akan memandang penuh pada laju inflasi inti karena terhambatnya pasokan, dibandingkan dengan inflasi utama.
Secara keseluruhan, Deutcshe Bank memperkirakan inflasi 2023 akan mencapai 6% di zona kawasan Eropa dan 4,1% untuk AS.
"Inflasi yang tinggi diperkirakan akan bertahan setelah tahun 2023. Kecil kemungkinan inflasi di masa mendatang akan kembali ke tingkat yang relatif rendah seperti sebelum pandemi Covid-19," tulis Deutcshe Bank.
(cap/mij)