Internasional

Ekonomi Gelap di Mana? Data Sebut RI Cs "Terang" Tahun Depan

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
18 October 2022 10:00
In this Sunday, Feb. 3, 2019, photo, people shop for decorative ornaments in Hanoi, Vietnam. Vietnam is celebrating the Lunar New Year of the Pig, the biggest annual festival of the year. (AP Photo/Hau Dinh)
Foto: orang berbelanja untuk ornamen dekoratif di Hanoi, Vietnam. Vietnam sedang merayakan Tahun Baru Imlek Babi, festival tahunan terbesar tahun ini. (Foto AP / Hau Dinh)

Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonomi Asia diyakini akan tetap perkasa tahun depan. Hal ini muncul dari laporan regional terbaru IMF, "Asia Sails Into Headwinds From Rate Hikes, War, and China Slowdown".

Meski tahun ini ekonomi Asia terkena tantangan berat yakni kenaikan suku bunga, perang di Ukraina dan aktivitas ekonomi China yang lemah, IMF menyebut "titik terang" ada di wilayah ini. "Asia tetap menjadi titik terang yang relatif dalam ekonomi global yang semakin meredup," kata lembaga itu dalam laporan prospek terbarunya, dikutip Selasa (18/10/2022).

IMF memperkirakan pertumbuhan untuk Asia dan Pasifik sebesar 4% tahun ini dan 4,3% pada 2023. Memang, keduanya di bawah rata-rata 5,5% selama dua dekade terakhir.

Namun, ini jauh lebih tinggi dari perkiraan untuk Eropa dan Amerika Serikat (AS). Di mana IMF memproyeksikan pertumbuhan 3,1% pada tahun 2022 dan 0,5% pada tahun 2023 untuk kawasan Eropa serta pertumbuhan 1,6% tahun ini dan 1% tahun depan untuk AS.

Wilayah Asia, yang diproyeksi paling kuat, adalah Asia Tenggara. Vietnam diramal berkembang menjadi pusat diversifikasi rantai pasokan.

Filipina, Indonesia, Malaysia juga akan tumbuh antara 4% dan 6%. Pariwisata di Kamboja dan Thailand juga akan menopang peningkatan ekonomi di kedja negara.

Namun tentu saja ada wilayah Asia yang tetap redup. Ini akan terjadi di belahan Selatan.

Sri Lanka masih mengalami krisis ekonomi yang parah. Sementara di Bangladesh, perang di Ukraina dan harga komoditas yang tinggi telah menghambat pemulihannya dari pandemi.

"Ekonomi utang tinggi seperti Maladewa ... mereka yang menghadapi risiko pembiayaan kembali, seperti Mongolia, juga menghadapi tantangan saat arus berubah," kata IMF.

Adapun China, kemungkinan akan melihat pemulihan tahun ini dan mungkin mencatat pertumbuhan 3,2% pada 2022. Di 2023, ekonomi diyakini meningkat menjadi 4,4% tapi dengan asumsi kebijakan nol Covid dilonggarkan secara bertahap.

Mengutip CNBC International, data ini juga diperkuat analisa DBS Bank. Sejauh ini, ekspor enam negara ASEAN -Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam- telah mengungguli Asia Utara dan kawasan lainnya.

"Harga komoditas yang lebih tinggi dan gangguan pasokan membantu eksportir seperti Indonesia," kata analis DBS.

"Indeks manajer pembelian manufaktur (PMI) di Indonesia, Filipina, Thailand, dan Vietnam secara luas berdiri di zona ekspansi di atas 50 pada bulan September," jelas DBS.

Itu menempatkan negara-negara ini lebih tinggi negara-negara sejumlah negara. Termasuk Korea Selatan (Korsel) dan Taiwan.

"Secara keseluruhan, jalur Asia akan berbeda dari banyak negara maju seperti Eropa karena berfungsi sebagai 'diversifikasi yang berguna sampai tingkat tertentu dari kesulitan yang dihadapi Eropa'," kata Manajer Portofolio Fidelity Taosha Wang dalam sebuah catatan minggu lalu.

"Ini menyiratkan lebih banyak ruang untuk kebijakan berorientasi pertumbuhan di kawasan, yang berbeda dari banyak bagian dunia lainnya di mana inflasi tinggi memaksa bank sentral untuk memperketat kondisi keuangan," kata Wang.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rusia Minggir! IMF Warning Ekonomi Asia karena AS-China

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular