Harta Karun Ini Siap Diolah, RI Raup Investasi Rp 170 Triliun

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
Rabu, 02/11/2022 14:25 WIB
Foto: Infografis/RI Punya Harta Karun Top 6 Dunia, Minimal Bisa buat 78 Tahun!/Arie Pratama

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia memiliki sumber daya alam beragam, salah satunya dari sektor pertambangan. Tak hanya nikel, timah maupun batu bara, ternyata Indonesia juga memiliki "harta karun" tambang terbesar ke-6 di dunia. "Harta karun" yang dimaksud di sini yaitu bauksit.

Bauksit merupakan bahan mineral yang bisa diolah menjadi alumina, lalu bisa diproses lagi menjadi aluminium. Aluminium merupakan bahan baku untuk bangunan dan konstruksi, peralatan mesin, transportasi, kelistrikan, kemasan, barang tahan lama, dan lainnya.

Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara Irwandy Arif memaparkan, Indonesia menempati peringkat ke-6 dunia untuk jumlah cadangan bauksit terbanyak. Hal ini menyusul lima negara lainnya yaitu Guinea, lalu Australia, Vietnam, Brasil, dan Jamaika.


Guna mendorong pemanfaatan bauksit di dalam negeri semakin optimal, termasuk nilai tambah yang lebih besar, pemerintah kini tengah menggencarkan pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian atau smelter bauksit.

Irwandy mengatakan, pemerintah menargetkan ada 12 smelter pengolah bauksit menjadi alumina yang akan beroperasi pada beberapa tahun mendatang. Adapun total investasi untuk pembangunan 12 smelter bauksit tersebut diperkirakan mencapai US$ 11 miliar atau sekitar Rp 172 triliun (asumsi kurs Rp 15.647 per US$).

Dia merinci, jumlah smelter tersebut terdiri dari empat smelter yang kini telah beroperasi dan delapan smelter tengah dalam proses pembangunan atau konstruksi. Adapun investasi empat smelter yang telah beroperasi mencapai US$ 4,4 miliar atau setara Rp 68,8 triliun. Sementara delapan smelter yang tengah dibangun diperkirakan membutuhkan investasi hingga US$ 6,6 miliar atau sekitar Rp 103,2 triliun.

"Jadi kalau kita total itu sudah mencapai US$ 11 miliar, dan ini tentunya kita usahakan bisa berhasil," ungkapnya dalam program Mining Zone CNBC Indonesia, dikutip Rabu (02/11/2022).

Rencana ini, tambah Irwandy, tentunya memerlukan kerja sama berbagai pihak. Pemerintah harus segera melakukan kunjungan lapangan untuk memantau perkembangan pembangunan smelter dan hilirisasi bauksit. Hal ini perlu dilakukan agar pemerintah melihat perkembangan yang nyata dan bisa mempercepat hilirisasi bauksit.

"Tentunya kita usahakan bisa berhasil. Ini cara-caranya itu sudah, bagaimana semua bisa melakukan tugas masing-masing. Pemerintah segera melakukan kunjungan lapangan untuk melihat kemajuannya, yang real nyata. Kemudian, perusahaan bisa berusaha dan sadar nanti ekspor bijih bauksit dilarang, sehingga mereka bisa mempercepat pembangunan smelter," tuturnya.

Selain itu, lanjutnya, sinergi dari beberapa pihak terkait infrastruktur dan pembangkit energi juga diperlukan.

"Dan kita tentunya melihat kembali bagaimana supply demand dalam negeri, kemudian supply demand internasional, agar terjadi keseimbangan dan pembangunan smelter maupun fasilitas pemurnian," katanya.

Sebagai informasi, pemerintah menargetkan akan ada sekitar 12 smelter bauksit yang beroperasi hingga 2024 mendatang. Dengan demikian, diharapkan bisa menampung secara keseluruhan produksi bauksit di dalam negeri.

Produksi bijih bauksit pada 2021 tercatat sebesar 25,8 juta ton. Dari total produksi tersebut, mayoritas atau 90% dijual ke luar negeri atau tercatat sebanyak 23,2 juta ton. Sedangkan untuk penyerapan di dalam negeri hanya sebesar 2,6 juta ton. Padahal, kapasitas empat smelter bauksit yang telah beroperasi saat ini bisa mencapai 10,5 juta ton.

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba), Indonesia pada Juni 2023 mendatang harus menyetop keran ekspor mineral mentah, termasuk bauksit.

UU Minerba itu sendiri mengatur ekspor mineral yang belum dimurnikan seperti konsentrat, dibatasi hanya tiga tahun sejak UU ini berlaku pada 10 Juni 2020. Tiga tahun setelah diundangkan artinya pelarangan ekspor bahan mentah dan konsentrat mineral berlaku mulai 10 Juni 2023 mendatang.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Tambang Kerap Diterpa Isu Lingkungan, Begini Saran DPR