Bukti Nyata RI Jual Tambang Mentah, Bikin Jokowi Geregetan!

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
02 November 2022 12:35
Pertambangan bauksit PT Aneka Tambang (Antam)‎ (Persero) di Tayan Hilir, Kalimantan Barat (Kalbar), (CNBC Indonesia/Muhammad Choirul Anwar)
Foto: Pertambangan bauksit PT Aneka Tambang (Antam)‎ (Persero) di Tayan Hilir, Kalimantan Barat (Kalbar), (CNBC Indonesia/Muhammad Choirul Anwar)

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkali-kali menegaskan pemerintah akan menyetop ekspor bahan mineral mentah. Hal ini diperintahkannya agar hilirisasi pertambangan di dalam negeri semakin berkembang, sehingga nilai tambah bisa dirasakan rakyat Indonesia, bukan negara lain.

Presiden mengungkapkan pemerintah segera melarang ekspor bahan mentah, seperti timah, bauksit, maupun tembaga.

Untuk bauksit misalnya, pemerintah berencana menyetop ekspor bijih bauksit mulai Juni 2023 mendatang. Rencana penyetopan ini sejalan dengan rencana pemerintah yang ingin melakukan hilirisasi atau pemurnian bijih bauksit di dalam negeri. Dengan demikian, produk yang diekspor setidaknya sudah diolah terlebih dahulu menjadi alumina.

Bauksit merupakan bahan mineral yang bisa diolah menjadi alumina, lalu bisa diproses lagi menjadi aluminium. Aluminium merupakan bahan baku untuk bangunan dan konstruksi, peralatan mesin, transportasi, kelistrikan, kemasan, barang tahan lama, dan lainnya.

Kesalnya Jokowi ini ternyata bukan tanpa alasan. Ini bisa tercermin dari penjualan bijih bauksit. Pada 2021 produksi bijih bauksit RI tercatat mencapai 25,8 juta ton. Dari total produksi tersebut, mayoritas atau 90% dijual ke luar negeri atau tercatat sebanyak 23,2 juta ton. Sedangkan untuk penyerapan di dalam negeri hanya sebesar 2,6 juta ton.

Padahal, kapasitas pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) bauksit di dalam negeri saat ini bisa mencapai 10,5 juta ton dari empat smelter yang beroperasi.

Kondisi ini menunjukkan bahwa Indonesia sudah "kecanduan" untuk hanya menjual bahan mineral mentah tanpa dilakukan pemurnian terlebih dahulu di dalam negeri.

Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara Irwandy Arif mengatakan, dengan adanya rencana penyetopan ekspor bijih bauksit pada 2023, kini ada delapan proyek smelter pengolah bauksit menjadi alumina yang sedang dibangun.

Bila kedelapan smelter ini tuntas konstruksinya, maka diharapkan RI memiliki 12 smelter bauksit yang bisa memberikan nilai tambah lebih besar bagi negara ini. Bila ke-12 smelter ini beroperasi, maka diperkirakan kebutuhan bauksit di dalam negeri bisa mencapai 37,5 juta ton.

"Jadi sebenarnya optimisme ini ada, cuma bagaimana caranya supaya semua smelter dan fasilitas pemurnian ini bisa selesai di tahun depan," ucapnya dalam acara Mining Zone CNBC Indonesia, dikutip Selasa (1/11/2022).

Irwandy mengatakan, dirinya bersama Kementerian ESDM sudah melakukan komunikasi dengan pihak smelter, pihak PLN, sampai dengan pihak pemberi dana. Hal ini dilakukan agar rencana hilirisasi bauksit di 2023 mendatang bisa berjalan dengan lancar.

"Memang dari sekian proses itu, mungkin baru 1-2 yang berhasil bisa menyelesaikan persoalannya. Memang tidak mudah tapi optimisme dalam melakukan perubahan-perubahan ini di dalam menyukseskan proses nilai tambah atau hilirisasi ini harus tetap kita lakukan," tuturnya.

Perlu diketahui, Indonesia merupakan pemilik cadangan bauksit terbesar ke-6 di dunia.

Bauksit merupakan bahan mineral yang bisa diolah menjadi alumina, lalu bisa diproses lagi menjadi aluminium. Aluminium merupakan bahan baku untuk bangunan dan konstruksi, peralatan mesin, transportasi, kelistrikan, kemasan, barang tahan lama, dan lainnya.

Irwandy menyebut, cadangan bauksit RI tercatat mencapai 3,2 miliar ton atau 10% dari cadangan dunia. Adapun pemilik cadangan bauksit terbesar di dunia yaitu Guinea, lalu disusul Australia, Vietnam, Brasil, dan Jamaika.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pak Jokowi, Pabrik Bauksit di RI Benar-Benar Berantakan Nih

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular