Minat Belanja Warga RI Meningkat, Inflasi Bakal Makin Tinggi?

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
11 October 2022 15:25
Karyawan menata mie instan di Supermarket Jakarta, Kamis, 21/7. Harga mi instan sudah merangkak naik beberapa waktu terakhir karena efek situasi dunia seperti perang Ukraina yang mengerak harga terigu dan gandum. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Pengunjung memilih minyak goreng kemasan di salah satu supermarket di Jakarta, Rabu, (29/6/2022). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Bank Indonesia memperkirakan penjualan eceran pada Oktober 2022 dan Januari 2023 (3 dan 6 bulan yang akan datang) akan menurun. Indeks ekspektasi penjualan (IEP) Oktober 2022 dan Januari 2023 2022 masing-masing tercatat 148,7 dan 155,8 atau turun dibandingkan 149,6 pada September 2022 dan 157 Desember 2022.

Di sisi lain, survei BI memperkirakan tekanan inflasi pada Oktober 2022 dan Januari 2023, tiga hingga enam bulan mendatang akan meningkat.

Sebagaimana diketahui, inflasi pada September 2022 tercatat sebesar 5,95% secara tahunan sekaligus mencapai level tertinggi dalam 7 tahun terakhir. Kenaikan inflasi dikontribusikan oleh kenaikan harga BBM bersubsidi (Solar, Pertalite, dan Pertamax) yang mendorong kenaikan biaya transportasi.

Per September 2022, inflasi dari komponen transportasi naik 16,01% yoy. Selain itu, kenaikan inflasi juga dikontribusikan oleh kenaikan inflasi kategori makanan, minuman, dan tembakau sebesar 7,91% yoy.

Sejauh ini pergerakan inflasi mulai merangkak naik meski bisa dikatakan masih terkendali. Namun, patut menjadi perhatian bagaimana perkembangan inflasi ke depannya.

Apalagi, melihat kondisi saat ini yang penuh dengan ketidakpastian, seperti inflasi yang masih membayangi AS dan Eropa, perlambatan ekonomi di China akibat kebijakan zero Covid-19 mereka dan krisis sektor properti yang bakal berdampak negatif terhadap ekonomi Asia termasuk Indonesia.

Ditambah lagi, Indonesia saat ini tengah menghadapi dampak negatif dari penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) yang diumumkan pada awal September lalu, serta efek menjelang pemilu pada 2024 mendatang.

Di sisi lain, Mandiri Spending Index menunjukkan laju inflasi telah menahan belanja masyarakat. Tingkat belanja di tiga minggu pasca kenaikan harga BBM sedikit lebih rendah dibanding sebelum kenaikan.

Inflasi 'tegak lurus' dengan daya beli karena inflasi merupakan salah satu variabel yang dapat digunakan untuk mengukur daya beli masyarakat.

Dengan ini, tentu saja daya beli masyarakat kian tertekan akibat lonjakan inflasi. Bila daya beli tergerus maka aktivitas konsumsi rumah tangga juga ikut terganggu sehingga imbasnya laju pertumbuhan ekonomi akan tertahan.

Asal tahu saja, konsumsi rumah tangga masih menyumbang lebih dari 50% produk domestik bruto (PDB).

Prakiraan BI mengenai adanya tekanan penjualan dan harga ke depan juga sejalan dengan proyeksi sejumlah pihak. Kenaikan harga BBM pada awal September diyakini akan mendongkrak harga-harga serta kemungkinan akan mengurangi permintaan.

Sudah banyak lembaga yang mengerek proyeksi inflasi ke kisaran 7% dari semula di kisaran 4% pada tahun ini.

"Kenaikan harga BBM akan melambungkan inflasi. Kita perkirakan inflasi akan melewati 7% (yoy) dalam beberapa bulan," tutur ekonom OCBC Wellian Wiranto dalam laporannyaThe Unbearable Heaviness of Pertalite.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui situasi perekonomian saat ini tengah bergejolak. Dia pun minta semuanya untuk waspada tetapi tidak boleh gentar dalam menghadapinya.

"Perkembangan dunia yg sangat bergejolak tentu perlu diwaspadai, namun tidak berarti kita gentar, kita tetap optimis namun waspada," kata Sri Mulyani dalam pembukaan Profesi Keuangan Expo 2022, Senin (10/10/2022).

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aum/aum)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular