
Tolong, Pak Jokowi... Jutaan Orang RI Terancam Jatuh Miskin

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia terus mencatatkan inflasi tinggi pada kelompok volatile goods, termasuk bahan pangan, sepanjang tahun ini. Jika inflasi kelompok volatile tak kunjung turun maka jutaan masyarakat Indonesia bisa masuk ke jurang kemiskinan.
Inflasi kelompok volatile atau harga bergejolak pada Juli 2022 tercatat 1,41% (month to month/mtm), melandai dibandingkan pada Juni yang tercatat 2,51%. Secara tahunan (year on year/yoy), inflasi Juli tercatat 11,47% atau tertinggi sejak Januari 2014 (11,91%).
Pergerakan inflasi kelompok harga bergejolak jauh di atas inflasi umum pada Juli 2022 yang tercatat 0,64% (mtm) dan 4,94% (yoy). Sepanjang tahun ini, inflasi kelompok harga bergejolak selalu berada di atas 0,9%. Pengecualian terjadi pada Februari di mana terjadi deflasi 1,5%.
Lonjakan inflasi volatile tahun ini didominasi kelompok bahan pangan mulai dari minyak goreng, cabai, hingga sayur-mayur. Harga cabai rawit merah sempat menembus Rp 100.000 per kg pada pertengahan Juli. Minyak goreng bahkan sempat langka pada Februari-Maret dan harganya melonjak tajam hingga Rp 60.000 per kg di Indonesia bagian timur.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan terjadi anomali pada pergerakan inflasi volatile pada tahun ini. Inflasi pada kelompok tersebut biasanya melonjak menjelang Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri tetapi kemudian turun tajam setelahnya. Inflasi akan naik kembali merangkak menjelang Desember dan Januari karena perayaan Natal dan musim hujan.
"Tahun ini, inflasi naik tinggi meskipun Lebaran sudah selesai. Inflasi lebih didorong oleh cost push inflation. Permintaan belum kuat tapi biaya naik," tutur Bhima, kepada CNBC Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata inflasi kelompok volatile (mtm) dalam lima tahun terakhir ada di kisaran 0,41%. Sementara itu, rata-rata inflasi kelompok volatile pada tahun ini mencapai 1,28% atau tiga kali lipat lebih tinggi.
Data BPS juga menunjukkan inflasi tinggi pada kelompok volatile biasanya hanya berlangsung 2-3 bulan kemudian turun tajam.
Kondisi sebaliknya terjadi pada tahun ini di mana inflasi kelompok volatile tetap menjulang sejak Maret hingga Juli 2022 yakni masing-masing sebesar 1,99%, 2,3%, 0,94%, 2,51%, dan 1,41%.
"Di Juli ada dua yang menyumbang inflasi besar yaitu makanan jadi dan transportasi. Imported inflation sudah mulai terasa di bahan pangan. Transportasi kan juga lebih mahal karena harga energi naik," imbuh Bhima.
Dia mengingatkan tingginya inflasi barang bergejolak akan sangat berdampak terhadap kehidupan kelompok masyarakat miskin. Merujuk data BPS, garis kemiskinan pada Maret 2022 ada di angka Rp 505.469,00/kapita/bulan. Komposisi garis kemiskinan makanan mencapai Rp 374.455 (74,08%) sementara garis kemiskinan bukan makanan sebesar Rp 131.014 (25,92%).
Garis kemiskinan adalah pengeluaran minimum kebutuhan makanan dan non-makanan yang harus dipenuhi agar tidak dikategorikan sebagai kelompok miskin.
![]() Garis Kemiskinan Maret 2022. (Tangkapan Layar via Youtube BPS) |
Bhima menjelaskan karena sebagian besar pengeluaran kelompok masyarakat miskin untuk makanan maka akan sulit bagi mereka memenuhi kebutuhan hidupnya jika inflasi pada kelompok tersebut terus menjulang.
Kenaikan bahan pangan dan garis kemiskinan juga akan membuat masyarakat yang selama ini masuk ke dalam kelompok kelas menengah tetapi masih rentan akan jatuh miskin. "Karena harga pangan menyumbang cukup dominan maka akibatnya kelas menengah banyak yang masuk ke kelompok miskin. Mereka yang pendapatan per kapitanya di Rp 600 ribu akan menjadi miskin," imbuhnya.
Bhima memperkirakan jumlah kelompok menengah yang rentan terhadap garis kemiskinan di Indonesia mencapai 115 juta. "Akan ada lonjakan masyarakat miskin baru karena garis kemiskinan naik sementara pendapatan tidak naik," ujarnya.