Tolong, Pak Jokowi! Harga Sembako Makin 'Gila'...

Jakarta, CNBC Indonesia - Inflasi kelompok harga bergejolak atau volatile goods terus merangkak naik pada tahun ini. Laju inflasi harga bergejolak juga melawan pola historisnya di mana inflasi kelompok tersebut melandai di pertengahan tahun atau pasca lebaran.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi kelompok volatile menembus 2,51% (month to month/mtm) dan 10,07% (year on year/yoy). Level tersebut menjadi yang tertinggi sejak Desember 2014 atau 7,5 tahun terakhir.
Pada periode tersebut inflasi volatile goods mencapai 3,53% (mtm) dan 10,88% (yoy). Level inflasi kelompok harga bergejolak juga jauh di atas target Bank Indonesia (BI) dan pemerintah yakni di kisaran 4-5%.
Melonjaknya inflasi harga bergejolak tidak bisa dilepaskan dari kenaikan sejumlah bahan pangan dan bumbu-bumbuan mulai dari cabai merah, cabai rawit, bawang merah, telur ayam ras, tomat, kangkung, kol putih/kubis, cabai hijau, dan sawi putih/pecay/pitsai, gula, kedelai, hingga tepung terigu.
Cabai merah menyumbang inflasi sebesar 0,24% sementara cabai rawit sebesar 0,10%. Sumbangan inflasi bawang merah mencapai 0,08%, telur ayam ras sebesar 0,04%, dan tomat sebesar 0,03%.
Lonjakan inflasi harga bergejolak hingga Juni tersebut melawan pola historisnya. Biasanya inflasi harga bergejolak melesat pada Desember hingga Januari.
Pada periode tersebut, Indonesia biasanya tengah menghadapi puncak musim hujan. Curah hujan yang tinggi biasanya akan merusak hasil tanaman hingga mengganggu distribusi pangan sehingga harga bahan makanan melonjak.
Inflasi harga pangan biasanya juga akan melonjak tajam saat terjadi bencana alam atau menjelang Hari Raya Idul Fitri. Permintaan musiman yang tinggi membuat kelompok bergejolak rawan terkena inflasi tinggi.
Namun, kelompok harga pangan biasanya akan menurun drastis atau bahkan mengalami deflasi karena menurunnya permintaan.
Pola tidak sama terjadi pada tahun ini. Silih berganti sejumlah bahan makanan melonjak drastis bahkan sejak akhir 2021.
Harga minyak goreng melesat sejak November 2021 hingga April 2022. Kenaikan harga minyak sawit mentah (CPO) di pasar internasional serta gonta-ganti kebijakan terkait CPO membuat harga minyak goreng melesat. Minyak goreng bahkan sempat langka pada Februari setelah pemerintah menetapkan harga eceran tertinggi (HET).
Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPSN), minyak goreng curah masih dijual Rp 15.500 per kg pada Oktober 2021. Harganya terus melonjak hingga Rp 20.000 per kg di awal April tetapi kemudian turun menjadi Rp 17.450 per kg pada Juni 2022.
Belum usai persoalan minyak goreng, harga cabai juga melonjak tajam. Harga cabai rawit merah hanya di kisaran Rp 48.000 pada awal Februari 2022 tetapi kemudian menjulang menjelang Lebaran. Setelah Lebaran, harganya tidak kunjung turun bahkan menembus Rp 90.000 lebih sejak akhir Juni.
Berdasarkan PIHPSN, harga cabai rawit melonjak 53% dari Rp 62.450/kg per 31 Mei menjadi Rp 95.300/kg pada Kamis (30/6/2022).
Di sebagian besar wilayah Indonesia bagian timur, harga cabai rawit bahkan menembus Rp 130.000 per kg. Harga cabai rawit termahal tercatat di Provinsi Kalimantan Timur yakni Rp 138.000 per kg.
Harga telur ayam meningkat menjadi Rp 29.100 per kg pada akhir Juni dari Rp 28.650 per kg akhir Mei. Harga bawang merah naik 40% dari Rp 42.900 per kg pada akhir Mei menjadi Rp 60.250 per kg pada akhir Juni.