Negara Maju "Biang Keladi" yang Mendorong Resesi?
Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonomi dunia di ambang resesi. Negara maju pun menjadi sorotan.
Ini karena pengetatan moneter yang dilakukan. Itu menyebabkan uang yang beredar berkurang sehingga berpeluang memperketat likuiditas dan mempercepat pecahnya resesi.
Bagaimana duduk perkara sebenarnya?
Berbeda dari 2020, kala itu, dunia digemparkan dengan kehadiran virus Corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Resesi tahun ini, didorong oleh inflasi dan bukannya deflasi, yang terjadi karena konsumsi di negara seluruh dunia anjlok karena lockdown.
Deflasi adalah kondisi di mana harga turun dari waktu ke waktu karena tidak adanya daya beli masyarakat. Ini artinya ekonomi sedang lesu karena tidak ada konsumsi, padahal hal itu di berbagai negara adalah pendorong utama pertumbuhan ekonomi negara.
Meski demikian, resesi 2020 berkontribusi terhadap resesi yang sedang dikhawatirkan sekarang. Apa hubungannya?
Pada 2020 banyak negara menutup diri baik dari luar dengan membatasi akses masuk ke dalam. Demikian juga dengan di dalam negeri di mana penutupan dilakukan menyusul pembatasan mobilitas masyarakat hingga karantina wilayah atau lockdown, dalam upaya menahan penularan virus Covid-19.
Akibatnya ekonomi tidak bergerak karena mobilitas terbatas. Kantor tidak produktif, pabrik tidak beroperasi, pusat perbelanjaan pun tutup.
Dari sisi produksi atau suplai pastinya terhambat, plus aliran modal mampet. Indikator-indikator ekonomi seperti aktivitas manufaktur dan indeks keyakinan konsumen jatuh ke level pesimistis.
Karena operasional yang tidak optimal, pendapatan perusahaan pun terjun. Maka terjadilah penghematan budget besar-besaran. Banyak yang kemudian memotong gaji karyawannya hingga 50-70% dan bahkan memicu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Jika sudah begitu, angka pengangguran pun meningkat dan juga angka kemiskinan. Akibatnya daya beli agregat negara anjlok sehingga terjadi deflasi.
Kemudian pada akhir 2020 muncullah vaksin yang membuat dunia optimistis dapat menekan angka penyebaran kasus Covid-19. Perlahan tapi pasti ekonomi dunia bangkit. Terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi negara yang mulai positif.
Adanya vaksin membuat ekonomi kembali dibuka baik akses perbatasan maupun mobilitas masyarakat. Daya beli dan konsumsi masyarakat meningkat akibat pendapatan yang juga kembali.
Sayangnya, produksi atau suplai tidak bisa mengikuti laju permintaan yang meningkat drastis. Karena kondisi keuangan yang sudah terlanjur hancur dan sumber daya manusia yang terbatas. Terutama apa yang terjadi pada sektor tambang. Warisan dari krisis pasokan tambang inilah yang membuat inflasi selangit.
(ras/ras)