Internasional

Negara Maju "Biang Keladi" yang Mendorong Resesi?

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
21 July 2022 15:10
batu bara
Foto: REUTERS/Stringer

Harga energi dunia melambung saat para produsen tidak mampu mengejar permintaan sehingga terjadi kelangkaan. Membuat tambang kembali beroperasi optimal tidaklah mudah karena selain memerlukan modal yang besar dan sumber daya, ada gangguan dari cuaca yang juga menghambat pemulihan.

Sepanjang tahun pemulihan pada 2021, harga batu bara dunia meroket 85,63% dan ditutup di US$ 151,75/ton. Bahkan sempat mencapai harga tertinggi sepanjang masa di US$ 280/ton pada Oktober 2021.

Kemudian, harga minyak mentah dunia pun meroket sepanjang 2021. Minyak jenis Brent melesat 50,12% dalam setahun. Sedangkan minyak mentah jenis light sweet (WTI) meroket 55%. Pun dengan minyak sawit yang mampu tumbuh 29,14% menjadi MYR 4.697/ ton pada 2021. Pencapaian ini jadi yang terbaik sejak tahun 2016 silam.

Termasuk komoditas logam industri yang harganya meroket. Timah, tembaga dan nikel masing-masing melesat 92,59%, 24,79%, dan 23,92% selama 2021. Membuat ketiganya mengukir rekor harga tertinggi.

Harga Energi (Batu Bara, Minyak, dan Gas) 2021Foto: Refinitiv
Harga Energi (Batu Bara, Minyak, dan Gas) 2021

Tingginya harga komoditas membuat inflasi produksi meroket sebab beban bahan baku yang meningkat. Ditambah dengan krisis logistik akibat kontainer yang langka, beban produksi melonjak dan margin keuntungan pun menipis.

Dampak paling terasa adalah harga listrik yang naik tinggi di berbagai belahan dunia, seperti di Eropa yang mengandalkan gas sebagai pembangkit listrik. Bahkan China mengalami krisis energi yang membuat musim dingin makin beku.

Di tengah ancaman krisis energi yang makin nyata ini, konflik antara Rusia dan Ukraina pecah menjadi serangan bersenjata. Hal inilah yang dikecam oleh aliansi Barat yakni NATO, Uni Eropa dan Amerika Serikat.

Sebagai tindak nyata, embargo komoditas dari Rusia diberlakukan. Produk Rusia menjadi "haram" untuk dibeli.

Negara-negara yang tidak tergabung dengan aliansi pun ikut-ikutan mengurangi pembelian komoditas dari Rusia. Bahkan beberapa pedagang batu bara di China, kawan Rusia, mulai mengurangi transaksi dari Rusia.

Masalahnya, Rusia adalah pemasok utama energi di dunia. Baik itu batu bara, gas alam, dan minyak mentah.

Menurut BP Statistics Review, seperempat lebih kebutuhan gas dunia dipasok oleh Rusia. Tepatnya, Rusia memiliki 26,2% pangsa ekspor di seluruh dunia dengan jumlah 197,7 miliar meter kubik pada 2020.

Produksi minyak Rusia mencapai 10,7 juta bph atau setara 12,1% produksi dunia. Jumlah ini menempatkan Rusia duduk di peringkat tiga produsen minyak mentah dunia terbesar. 

Rusia merupakan eksportir terbesar nomor tiga dunia setelah Indonesia dan Australia. Pada tahun 2019, ekspor Rusia mencapai 217 juta ton.

Jika pasokan dari Rusia berhenti akibat perang, dunia akan kehilangan sekitar 17,8% pasokannya. Harga energi pun terus meroket setelah sanksi embargo dijatuhkan.

Harga batu bara dunia sepanjang semester pertama 2022 meroket 143,1%. Harga minyak mentah dunia menguat 47,6% dan harga gas alam juga meroket hingga 42,17%.

Harga Energi 2022Foto: Refinitiv
Harga Energi 2022

Karena harga komoditas dunia meroket, imbasnya ke inflasi yang meroket. inflasi Amerika Serikat pun terkerek ke level 9,1%, tertinggi dalam empat dekade terakhir. Tingkat inflasi Inggris bahkan sampai 9,4%, tertinggi dalam 40 tahun.

Lebih parah inflasi di negara-negara miskin yang tingkat inflasinya selangit. Zimbabwe, misalnya, mencetak inflasi 191,6%.

(ras/ras)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular