
Masih Punya Banyak PR di Bidang Pangan, RI Aman dari Krisis?

Jakarta, CNBC Indonesia- Perubahan iklim, pandemi Covid-19, dan perang Rusia-Ukraina memicu krisis pangan di tingkat global. Strategi pemerintah dalam menjaga kedaulatan pangan dan stabilitas harga pun kini menjadi taruhan di tengah krisis tersebut.
Ketua Dewan Pembina Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Rahmat Pambudy mengatakan pengalaman membuktikan Indonesia selamat dari krisis pangan ataupun ekonomi pada tahun 1970an dan saat Krisis Moneter 1997/1998.
Namun, bukan berarti Indonesia bisa berleha-leha karena Indonesia memiliki banyak pekerjaan rumah (PR) dalam persoalan kedaulatan pangan.
"Kita ini persoalannya pada manajemen, baik manajemen produksi, distribusi atau manajemen penyimpanan pada sistem agri kita," tutur Pambudy dalam Profit, CNBC Indonesia (Rabu, 22/06/2022).
Pambudy menjelaskan selama ini pemerintah hanya berfokus pada strategi non-harga dalam menjaga harga pangan di Indonesia. Di antaranya adalah dengan memberikan subsidi pupuk.
Namun, strategi harga kurang bisa diterapkan terutama saat harga-harga melonjak seperti halnya pada kasus minyak goreng dan cabai.
Global Food Security Index menempatkan Indonesia pada posisi 69 dari 113 dalam persoalan ketahanan pangan. Indonesia kalah jauh dari tetangga nya seperti Malaysia (39) ataupun Thailand (51). Indonesia dinilai memiliki PR banyak untuk memberesi persoalan infrastruktur pertanian serta distribusi pangan.
Data Kementerian Keuangan menunjukkan anggaran kedaulatan pangan menurun tiap tahunnya di tengah upaya pemerintah meningkatkan ketahanan pangan.
Pada 2015, realisasi anggaran tersebut tercatat Rp 111,6 triliun sementara pada 2016 sebesar Rp 100,7 triliun. Pada APBN 2021 dan 2022 pemerintah hanya menganggarkan Rp 99 triliun dan Rp 92,2 triliun.
Bustanul Arifin, Guru Besar Tetap Ilmu Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung (Unila), mengatakan pemerintah sebenarnya sudah mengantisipasi krisis pangan, baik melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi, terutama di luar Jawa. Namun, strategi tersebut terbilang selalu terlambat dalam merespon penawaran sehingga mendorong lonjakan harga pangan.
Ketidaksinkronan pasokan dan penawaran ini kerap menimbulkan persoalan sehingga impor menjadi pilihan. Persoalan ini ditemui pada komoditas kedelai serta cabai.
Sebanyak 86,4% kebutuhan kedelai domestik didatangkan dari luar negeri sehingga harga di dalam negeri langsung melonjak begitu harga di pasar internasional naik atau pasokan terganggu.
Berdasarkan proyeksi Kementerian Pertanian, produksi kedelai Indonesia pada tahun 2021 diharapkan menembus 613.318 ton dengan luas lahan sekitar 362,612 hektare. Pada tahun 2020, produksi diperkirakan 632.326 ton dengan luas lahan 381.311 hektare.
Produksi tersebut tentu tidak berimbang dengan kebutuhan nasional yang diperkirakan mencapai 7,2 juta ton.
![]() Output komoditas pangan |