Bos Bank Dunia Minta Jangan Larang Ekspor Pangan, Sindir RI?

Aulia Mutiara, CNBC Indonesia
26 April 2022 14:02
Minyak goreng (CNBC Indonesia/ Emir Yanwardhana)
Foto: Minyak goreng (CNBC Indonesia/ Emir Yanwardhana)

Jakarta, CNBC Indonesia - Perang Rusia Ukraina belum juga menunjukkan tanda-tanda berdamai dalam waktu dekat. Hal ini akan menjadi semakin mengkhawatirkan karena memicu krisis pangan global semakin nyata.

Ditambah lagi sejumlah negara berupaya mengamankan pasokan domestik sehingga membatasi atau bahkan melarang ekspor produk pangan. Krisis pangan dunia bukan sekadar surat kaleng, tetapi ancaman yang riil.

Dalam dua tahun terakhir, perdagangan produk pangan global telah menghadapi tantangan berat disebabkan oleh pandemi Covid-19. Seiring dengan kondisi Covid-19 dibeberapa negara yang terus melandai, kondisi krisis seakan tak ada habisnya.

Berdasarkan data Food and Agriculture Organization (FAO), indeks harga pangan dunia telah berada di 159,3 pada Maret 2022. Angka tersebut merupakan level tertingginya sejak 1990.

Dari komponen indeks harga pangan dunia, komoditas yang mengalami kenaikan tertinggi pada Maret 2022 adalah minyak sayur atau minyak nabati, yakni sebesar 39,27% (ytd) atau 56,05% (yoy). Untuk 2022, FAO memangkas proyeksi produksi gandum dunia dari 784 juta ton menjadi 790 juta ton. Penyebabnya adalah sekitar 20% lahan gandum di Ukraina kemungkinan tidak bisa dipanen akibat perang.

Februari lalu, serangan yang dilakukan Rusia ke Ukraina kembali menjadi tantangan baru yang harus dihadapi oleh negara-negara di dunia. Hingga saat ini memasuki bulan ketiga, dampak perang nyatanya semakin mengkhawatirkan karena mempengaruhi cadangan pangan dunia dan rantai pasok.

Rusia dan Ukraina adalah dua produsen dan pengekspor komoditas pertanian terpenting di dunia, terutama tanaman sereal, termasuk jelai, gandum, dan jagung. Secara keseluruhan, kedua negara mengekspor 12% dari kalori makanan yang diperdagangkan di seluruh dunia.

Dalam lima tahun hingga 2020-2021, kedua negara menyumbang 19% dari produksi jelai global, dengan Ukraina dan Rusia masing-masing menjadi eksportir nomor dua dan tiga dunia.

tradeSumber: BPS

Rusia memainkan peranan penting dalam produksi pasokan pangan global. Negeri Beruang Merah menyuplai 20% kebutuhan gandum dunia. Produksi input sektor pertanian, pupuk, juga terkonsentrasi di Rusia.

Sementara Ukraina memainkan perannya sebagai 'keranjang roti' karena merupakan produsen gandum utama dunia peringkat ke-5. Selain itu, Ukraina merupakan eksportir jagung dan serelia.


Selain itu, Rusia dan Ukraina juga merupakan pemasok utama minyak nabati global. Kedua negara ini merupakan produsen dan eksportir penting minyak kanola yang berbahan baku rapeseed dan juga pemasok 52% kebutuhan dunia atas minyak biji bunga matahari (sunflower oil).

Berdasarkan data Tridge, ekspor minyak biji bunga matahari Ukraina mencapai US$ 4,71 miliar pada 2020. Ini mencakup 54,4% dari total ekspor dunia. Sedangkan Rusia, memiliki nilai ekspor sebesar US$1,63 miliar. Nilai tersebut mencakup 18,8% total ekspor dunia.

Akibatnya, harga bahan pangan yang sudah membubung sejak semester II-2020, diberitakan mencapai titik tertinggi pada Februari 2022. Harga gandum telah melonjak lebih dari 50%, harga jagung melambung 25%, harga minyak biji bunga matahari melesat lebih dari 35%, minyak kedelai sebesar 20%, dan minyak sawit meningkat sebesar 50%.

Faktor penyebabnya antara lain adalah tingginya permintaan yang disebabkan oleh kepanikan pasar sejak meletusnya konflik Rusia-Ukraina, terdisrupsinya pasokan, dan mahalnya biaya logistik.

Tingginya permintaan dunia serta tidak stabilnya harga gas alam juga menyebabkan harga pupuk meningkat contohnya saja harga urea yang meningkat 3 kali lipat akhir-akhir ini. Hal ini turut melambungkan biaya prosuksi sektor pertanian yang berujung pada peningkatan haga komoditas pangan.

Kenaikan harga pangan pada akhirnya membuat kelangkaan komoditas pangan di negara-negara di dunia. Hal ini membuat beberapa negara mengambil kebijakan untuk mengamankan pasokan pangan mereka.

Kondisi ini berujung pada proses ekspor akan sulit dilakukan. Apalagi produk Rusia juga semakin sulit dijangkau karena sanksi Barat. Dalam waktu beberapa minggu, jumlah negara yang memberlakukan pembatasan ekspor pangan melonjak 25%, sehingga jumlah total negara menjadi 35.

Bebarapa negara di belahan dunia segera mengambil langkah aksi. Hungaria mengeluarkan larangan ekspor serelia, Maldova menunda pengapalan komoditas gandum, jagung, dan gula. Turki memperketat pengaturan tata niaga ekspor gandum, serta Bulgaria melakukan rasionalisasi penjualan serealia di dalam negeri serta melarang ekspor.

David Malpass, Presiden Bank Dunia, memberikan tanggapan bahwa kebijakan ini menjadi kontraproduktif dan cara yang paling tragis. Hal ini akan semakin memperburuk pengan global diikuti dengan kenaikan harga yang tak terkendali.

"Krisis pangan akan semakin nyata terjadi. Akan memperburuk keadaan lapisan orang-orang yang berpenghasilan rentan. Hal ini terjadi karena negara miskin di dunia cenderung menjadi negara pengimpor pangan dan akan menyebabkan peningkatan gizi buruk yang cukup signifikan karena kelangaan tersebut" kata Malpass dalam sebuah kolom di Barrons pada 9 April 2022.

Langkah perdagangan sudah memiliki efek nyata pada harga pangan. Rusia telah memberlakukan pembatasan ekspor gandum ke negara-negara di luar Uni Ekonomi Eurasia. Eksportir pun kini menjadi lebih kecil.

Negara-negara pengimpor pangan seperti Mesir, yang mengimpor 80% gandumnya dari Rusia dan Ukraina dan khawatir akan re-ekspor. Langkah-langkah ini saja mencakup 16% dari perdagangan dunia dan telah bertanggung jawab atas kenaikan tujuh poin dalam harga gandum dunia. Jumlah itu sekitar seperenam dari lonjakan harga keseluruhan.

"Tindakan pembatasan ekspor mengurangi pasokan global, menyebabkan harga lebih tinggi. Hal ini akan memicu pembatasan ekspor baru untuk menahan tekanan harga domestik, menghasilkan multiplier effect pada harga internasional" lanjut Malpass.

Well, Indonesia sudah ikut melakukan pembatasan ekspor untuk minyak goreng dan bahan bakunya. Kebijakan itu diumumkan sendiri oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), dan mulai berlaku 28 April 2022 hingga batas waktu yang belum ditentukan.

BPS mencatat minyak sawit Indonesia diekspor ke lima benua yaitu Asia, Afrika, Australia, Amerika, dan Eropa, dengan pangsa pasar utama di kawasan Asia. Pada 2020, negara pembeli minyak sawit mentah Indonesia dengan volume terbesar adalah India, Spanyol, Malaysia, Italia, dan Kenya.

Indeks harga minyak nabati dunia berpontensi kembali naik seiring ditutupnya keran ekspor minyak sawit dan bahan minyak goreng Indonesia. Adanya larangan ekspor minyak sawit Indonesia akan mengurangi pasokan minyak nabati global.

Kekhawatiran tersebut berpeluang memicu kepanikan pasar komoditas pangan dunia. Di sisi lain, pasokan minyak nabati dari Ukraina mengalami gangguan seiring perang antara Rusia Ukraina yang belum menunjukan tanda-tanda berdamai.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular