Jokowi Larang Ekspor Produk Sawit, Negara Ini Pesta Pora

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
26 April 2022 12:45
Panen tandan buah segar kelapa sawit di kebun Cimulang, Candali, Bogor, Jawa Barat. Kamis (13/9). Kebun Kelapa Sawit di Kawasan ini memiliki luas 1013 hektare dari Puluhan Blok perkebunan. Setiap harinya dari pagi hingga siang para pekerja panen tandan dari satu blok perkebunan. Siang hari Puluhan ton kelapa sawit ini diangkut dipabrik dikawasan Cimulang. Menurut data Kementeria Pertanian, secara nasional terdapat 14,03 juta hektare lahan sawit di Indonesia, dengan luasan sawit rakyat 5,61 juta hektare. Minyak kelapa sawit (CPO) masih menjadi komoditas ekspor terbesar Indonesia dengan volume ekspor 2017 sebesar 33,52 juta ton.
Foto: Panen tandan buah segar kelapa sawit di kebun Cimulang, Candali, Bogor, Jawa Barat (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan produk minyak goreng. Larangan tersebut justru menguntungkan Malaysia. Kok bisa?

Dunia bergantung pada hasil produksi minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia dan Malaysia. Keduanya menghasilkan 84% produksi dunia dan menguasai 89% pangsa pasar dunia.

Indonesia adalah produsen sekaligus eksportir minyak kelapa sawit terbesar dunia. Produksi minyak kelapa sawit Indonesia mencapai 44,5 juta ton atau 59% dari total produksi dunia, menurut data Statista. Ekspor Indonesia mencakup 56% dari pangsa pasar dunia

Sementara itu, Malaysia berada di urutan kedua dengan total produksi 18,7 juta atau 25% total produksi dunia. Malaysia juga menjadi eksportir terbesar nomor dua dunia dengan menguasai 33% pangsa pasar dunia.

CPO DuniaSumber: Statista

Absennya Indonesia dari pasokan minyak sawit dunia, membuat Malaysia akan diuntungkan sebagai alternatif.

Public Investment Bank (PIB) Malaysia mengatakan dengan adanya larangan ekspor dari Indonesia, importir minyak sawit akan mengalihkan permintaannya ke Negeri Jiran.

"Langkah mengejutkan datang di tengah meningkatnya kekhawatiran atas pengetatan pasokan minyak nabati global. Menanggapi langkah tak terduga, harga minyak kedelai melonjak ke rekor tertinggi US$ 1.795 per ton dan minyak sawit berjangka naik MYR 36 menjadi 6.349 per ton," sebut PIB Malaysia, sebagaimana dikutip MalayMail dari Bernama, Senin (25/4/2022).

Riset bank investasi tersebut menyebutkan dengan adanya larangan ekspor, hanya ada sedikit ruang bagi pelaku perkebunan hulu untuk menawar harga yang lebih tinggi dengan perusahaan penyulingan.

"Berdasarkan pajak ekspor gabungan minyak sawit mentahterbaru dan pungutan cukai CPO sebesar US$ 575 (MYR 2.415) per ton, ditambah dengan pajak ekspor CPO sebesar MYR 474 per ton di Malaysia, kami pikir Indonesia saat ini diperdagangkan pada harga yang lebih tinggi dari harga CPO yang didiskon lebih sedikit MYR 4.800 per ton dibandingkan dengan MYR 6.773 per ton Malaysia.

"Pelaku perkebunan Malaysia seperti Genting Plantation, KLK, Sime Darby Plantation dan TSH yang memiliki eksposur kuat ke pasar Indonesia, tidak akan dapat sepenuhnya menangkap kinerja harga CPO yang kuat saat ini karena bea ekspor yang besar dan kebijakan nol ekspor yang berlaku," tambahnya.

Di sisi lain, Indonesia berpotensi kehilangan triliunan rupiah per bulan akibat kebijakan larangan ini. Putera Satria Sambijantoro, Ekonom Bahana Sekuritas memperkirakan Indonesia bisa kehilangan US$ 3 miliar atau Rp 42,9 triliun belum dengan pajak ekspor.

"Setiap bulan, CPO dan produk turunannya menyumbang US$ 3 miliar dari ekspor Indonesia, selain Rp 4 triliun dari pendapatan pajak ekspor," ujar Satria. Meskipun begitu, Satria mengatakan kehilangan CPO masih bisa diimbangi oleh komoditas lain dan surplus perdagangan Indonesia masih bisa dipertahankan.

Satria juga mengatakan bahwa akibat lebih serius dari hubungan dagang dengan negara yang membeli CPO dari Indonesia seperti China, India, Pakistan, dan AS. Larangan ekspor CPO bisa menimbulkan aksi balasan terkait impor barang manufaktur Indonesia.

Adapun Indonesia, produsen dan pengekspor minyak sawit terbesar dunia, mengumumkan keputusannya untuk memberlakukan larangan ekspor komoditas tersebut mulai 28 April hingga pemberitahuan lebih lanjut. Langkah ini diambil untuk mengatasi kenaikan harga minyak goreng domestik.

Dampak lain dari kebijakan ini adalah harga CPO dunia yang kembali merangkak naik karena pasokan yang hilang dari Indonesia saat produksi Malaysia menghadapi tekanan dari krisis tenaga kerja.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ras/ras)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ciamik! Harga CPO Cuan 3% Sepekan, Minggu Depan Gimana?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular