Maaf, Ekonomi China Kayaknya Madesu

Aulia Mutiara, CNBC Indonesia
19 April 2022 17:55
Kondisi Jalan Kosong di Shanghai China Saat Lockdown
Foto: Seorang wanita membeli makanan dari penjual di belakang barikade area tertutup, selama penguncian di tengah pandemi penyakit coronavirus (COVID-19), di Shanghai, China, Kamis (14/4/2022). (REUTERS/Aly Song)

Jakarta, CNBC Indonesia - Biro Statistik Nasional China (NBS) merilis data pertumbuhan ekonomi Negeri Panda periode kuartal I-2022. Hasilnya, Produk Domestik Bruto (PDB) tumbuh 4,8%. Namun ke depan, sepertinya prospek ekonomi China agak samar-samar.

Realisasi pertumbuhan ekonomi 4,8% lebih baik ketimbang kuartal sebelumnya yang 'hanya' 4%. Juga lebih tinggi ketimbang ekspektasi pasar yakni 4,4%.

Namun, NBS mengungkapkan kinerja kuartal I-2022 belum sepenuhnya memperhitungkan dampak lockdown di Shanghai, yang membuat jutaan orang terjebak di rumah selama beberapa pekan. Setelah lockdown akibat penyebaran Covid-19, kondisi ekonomi China tercatat melambat pada Maret 2022 karena konsumsi, real estat, dan ekspor terpukul keras.

China menjadi salah satu negara di dunia yang bisa tumbuh positif saat masa-masa awal pandemi Covid-19. Pada 2021, ekonomi Negeri Tirai Bambu tercatat tumbuh dengan pesat.

Namun, mimpi China untuk pertumbuhan ekonomi pesat pada 2022 rasanya harus didapatkan dengan penuh perjuangan. Tantangan jangka pendek yang akan dihadapi tentunya risiko lockdown dan konflik Rusia-Ukraina.

Dilansir dari Reuters, para analis mengatakan data pada April kemungkinan akan lebih buruk akibat dampak kebijakan lockdown di pusat komersial Shanghai dan di tempat-tempat lain. "Dampak lebih lanjut dari lockdown sudah dekat, bukan hanya karena ada keterlambatan pengiriman kebutuhan sehari-hari, tetapi juga karena menambah ketidakpastian pada layanan dan operasi pabrik yang telah berdampak pada pasar tenaga kerja," kata Iris Pang, Kepala Ekonom Tiongkok Raya di ING.

Selain itu, bursa saham China juga merah. Indeks blue chip (CSI300) tercatat turun 0,6%, sedangkan Shanghai Composite Index (SSEI) tercatat turun 0,5%.

Data aktivitas Maret menunjukkan penjualan ritel mengalami kontraksi terbesar secara tahunan sejak April 2020 karena penyebaran Covid-19 yang meluas di seluruh negeri. Penjuala ritel turun 3,5%, lebih buruk dari ekspektasi untuk penurunan 1,6% dan peningkatan 6,7% pada Januari-Februari.

Pasar kerja sudah menunjukkan tanda-tanda pelemahan pada Maret, bulan yang biasanya kuat untuk pasar tenaga kerja karena pabrik-pabrik melanjutkan perekrutan setelah liburan Tahun Baru Imlek. Namun kondisi mengatakan kebalikannya.

Tingkat pengangguran di China juga menunjukan peningkatan. Berdasarkan data survei nasional China angka pengangguran telah mencapai 5,8% pada Maret, ini menjadi rekor tertinggi sejak Mei 2020.

Analis di Capital Economics dan Nomura percaya angka PDB resmi mungkin telah mengecilkan perlambatan kuartal terakhir. Capital Economics mengatakan pertumbuhan indeks produksi jasa untuk kuartal I-2022 tidak sejalan dengan ekspansi sektor jasa dalam data PDB, sementara Nomura mengatakan beberapa data Maret, seperti produksi industri, sulit untuk dicocokkan dengan banyak indikator aktivitas industri lainnya.

Di sisi lain, penjualan rumah berdasarkan nilai pada bulan Maret merosot 26,2% year-on-year, penurunan terdalam sejak Januari-Februari 2020, menurut perhitungan Reuters, menunjukkan penurunan yang semakin dalam di pasar properti.

Di tengah langkah pemerintah China dalam menanggulangi pendemi Covid-19 yang kembali melonjak akan menentukan perekonomian, perdagangan, hingga manufaktur global ke depannya. Negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia ini telah kehilangan tenaga akibat kebijakan pandemi yang ketat.

Tekad pemerintah untuk menghentikan penyebaran rekor kasus Covid-19 telah menutup jalan raya dan pelabuhan, membuat pekerja terlantar dan menutup pabrik. Gangguan ini akan berdampak ke rantai pasokan global untuk barang-barang dari kendaraan listrik hingga elektronik.


Bank sentral China (PBOC) mengatakan pihaknya akan meningkatkan dukungan untuk industri, perusahaan, dan orang-orang yang terkena Covid-19 dalam langkah terbarunya untuk melindungi mereka dari dampak perlambatan ekonomi. Segala dampak telah dipertimbangkan oleh pemerintah dan bank sentral. Namun tetap saja, ada dilema di mana harus menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan keseriusan dalam menangani pandemi Covid-19.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular