China, Cinta Pertama dan Terakhir Covid-19?

Aulia Mutiara, CNBC Indonesia
19 April 2022 12:49
Rumah Sakit Darurat Covid-19 Saat Lockdown di Shanghai, China
Foto: Pekerja medis dengan pakaian pelindung memeriksa pasien anak-anak saat mereka melakukan pemeriksaan di bangsal Shanghai New International Exhibition Hall, yang telah diubah menjadi rumah sakit darurat untuk penyakit virus corona (COVID-19), di Shanghai, China, Sabtu (9/4/2022). (China Daily via REUTERS)

Diketahui Shanghai, yang menjadi pusat wabah China baru-baru ini, melaporkan rekor 3.590 kasus bergejala untuk 15 April, serta 19.923 kasus tanpa gejala. Jumlah kasus tanpa gejala naik sedikit dari 19.872 kasus sehari sebelumnya.

Penghitungan kasus Covid-19 kota itu merupakan sebagian besar kasus secara nasional, bahkan ketika sebagian besar dari 25 juta penduduknya tetap berada di wilayah yang menerapkan lockdown.

Kebijakan yang diambil pemerintah setempat untuk menekan penyebaran Covid-19 nyatanya justru memunculkan hal lain yakni memicu kepanikan. Warga frustrasi, marah dengan Covid-19 yang masih berkecamuk di negara mereka. Tentu saja mereka masih berharap bisa hidup normal seperti negara lain yang nyatanya sudah banyak melakukan pelonggaran.

Dalam beberapa pekan terakhir, warga mengeluhkan pembatasan karena kekurangan pasokan makanan. Adegan seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya dalam perjuangan China selama lebih dari dua tahun melawan virus.

Di sisi lain, pembatasan ketat ini akan membuat pertumbuhan ekonomi China diproyeksi melambat. Mimpi mencapai target pertumbuhan sekitar 5,5% pada tahun ini, nyatanya membutuhkan upaya yang keras.

Indikator ekonomi termasuk konsumsi, pekerjaan, investasi, dan produksi industru menunjukan pertumbuhan ekonomi berada di bawah tekanan seiring dengan penyebaran Covid-19. Ditambah lagi dengan perang yang terjadi antara Rusia dan Ukraina semakin memperburuk keadaan.

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular