
Begini Geramnya DPR di Depan Mendag Gara-gara RI Krisis Migor

Jakarta, CNBC Indonesia - Masalah minyak goreng (migor) menjadi sorotoan. Langkah pemerintah melepas harga minyak goreng ke mekanisme pasar pun menuai banyak kritik dari Komisi VI DPR RI.
Dimana, Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi akhirnya mencabut ketentuan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng dengan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 11/2022. Merespons hasil ratas pemerintah pada 15 Maret 2022, melepas harga migor ke keekonomian atau mekanisme pasar, dengan memberikan subsidi bagi migor curah sehingga harga eceran tertingginya di Rp14.000 per liter.
Per 16 Maret 2022, setelah pemerintah mengumumkan kebijakan tersebut, harga migor di pasar naik ke atas Rp20.000 per liter atau tembus Rp40.000 per 2 liter migor kemasan premium.
Ketua Komisi VI Faisol Riza melihat ada masalah terhadap industri minyak goreng saat ini, dimana saat harga dilempar pada mekanisme pasar terlihat justru melimpah. Jika dibandingkan dengan beberapa hari sebelumnya sangat sulit untuk mendapatkan minyak goreng.
"Pasti mereka menimbun. Hati kita betul-betul tidak rela menyaksikan bahwa pasar yang tadinya kosong, orang antri panjang, sekarang setelah harga dibebaskan semua penuh minyak goreng," kata Faisol dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR RI bersama Menteri Perdagangan, Selasa (17/3/2022).
Menurut Faisol, Kementerian Perdagangan (Kemendag) memiliki wewenang kuat untuk melakukan tindakan hukum terhadap para penimbun minyak goreng.
Senada, Anggota Komisi VI DPR RI Aria Bimo mengatakan, pemerintah seperti sudah kalah dengan para penimbun minyak goreng. Dia juga mempertanyakan wewenang Kementerian Perdagangan untuk menstabilkan harga minyak goreng.
"Saya malu sebagai Komisi VI karena beberapa hari sebelumnya bahwa minyak goreng ini becek di gudang penimbun. Kok bisa angkat bendera putih. Ini kita kalah dengan kartel dan oligarki hal serupa juga terjadi di batu bara," tukasnya.
![]() Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, melakukan kunjungan mendadak ke pabrik minyak goreng di kawasan Marunda, Jakarta Utara, Selasa (15/3). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki) |
Aria mengaku kaget karena dengan kebijakan baru tentang minyak goreng saat ini, tidak ada lagi pemenuhan kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/ DMO) dan domestic price obligation (DPO).
"Bahkan sudah tidak ada persetujuan ekspor, wewenang bapak dimana dalam mengatur ini," kata Aria.
Hal serupa juga diungkapkan Anggota DPR Komisi VI DPR RI Mufti Anam dia melihat pemerintah juga terlihat kalah karena tidak bisa memproteksi harga minyak goreng.
"Kami lihat Kemendag ini seperti macan ompong bukan hanya di mata rakyat tapi produsen minyak goreng juga. Kalau kita lihat ada 6 Permendag dikeluarkan tapi tidak ada memberi implikasi positif," katanya.
Raker yang berlangsung selama 6 jam itu pun menetapkan sejumlah kesimpulan.
"Komisi VI DPR RI mendesak Kementerian Perdagangan segera berkoordinasi dengan Satgas Pangan Polri dan aparat penegak hukum menjamin ketersediaan dan kestabilan harga minyak goreng di masyarakat serta menindak tegas pelaku pelanggar hukum," begitu bunyi kesimpulan ketiga raker tersebut.
"Komisi VI dan Menteri Perdagangan sepakat merekomendasikan pelaku usaha yang melakukan penyimpangan dan tidak mendukung program pemerintah agar izin usahanya dicabut dan manakala pengusaha tersebut juga mengelola kebun sawit di tanah negara, agar izin Hak Guna Usaha (HGU) akan dicabut," bunyi kesimpulan keenam.
Pimpinan Rapat dan Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Muhammad Hekal mengatakan dalam agenda rapat selanjutnya, akan memanggil pemain industri minyak goreng untuk memberikan kejelasan dan solusi atas krisis ini.
"Komisi VI DPR RI akan memanggil pengusaha produsen kelapa sawit dan produsen serta distributor untuk melakukan rapat dengar pendapat umum (RDPU)," kata Hekal saat membacakan kesimpulan raker.
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bos PTBA Blak-blakan Kenapa PLTU Sumsel 8 Tak Beroperasi