
Migor Dilepas Harga Pasar, DMO Minyak Sawit Dicabut

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah memutuskan menghentikan kebijakan wajib memenuhi kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/ DMO) minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO) dan turunannya. Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengatakan, langkah itu menindaklanjuti keputusan pemerintah melepaskan harga minyak goreng (migor) ke pasar.
"DMO dicabut, saat ini Permendag-nya (Peraturan Menteri Perdagangan) sedang diharmonisasi. Akan diundangkan hari ini. Jadi, selesai," kata dalam rapat kerja (Raker) Komisi VI DPR RI dengan Menteri Perdagangan RI terkait Pembahasan Mengenai Harga Komoditas dan Kesiapan Kementerian Perdagangan (Kemendag) dalam Stabilisasi Harga dan Pasokan Barang Kebutuhan Pokok Menjelang Puasa dan Lebaran, Kamis, (17/3/2022).
Dengan ketentuan itu, imbuh dia, pengajuan izin ekspor tidak lagi harus meminta izin Kemendag.
"Semua transparan sekarang, nggak ada lagi PE (persetujuan ekspor. Yang penting, begitu ekspor langsung bayar pajak ekspornya US$675. Jadi seperti biodiese. Mereka tetap untung besar," kata Lutfi.
Bersamaan dengan pencabutan DMO, ujar Lutfi, pemerintah menaikkan pungutan ekspor untuk minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO) dan turunannya.
Untuk memastikan pasokan CPO ke dalam negeri aman, pungutan ekspor akan dinaikkan secara progresif.
"Pungutan ekspor BPDPKS yang tadinya flat dimana setiap kenaikan US$50 akan dipajak US$20 dolar. Kalau kita lihat harga hari ini, maka iuran BPDPKS dan bea keluar dari US$375 menjadi US$675 dolar. Akan ada keekonomian dimana akan lebih untung jual di dalam negeri dari pada ekspor. Ini mekanisme pasar mudah-mudahan stabilkan pasokan ke pasar," kata Lutfi.
Ketika ditanya nasib petani yang akan terdampak kenaikan pungutan ekspor, Mendag mengatakan, hal itu tidak dapat dihindari.
"Dalam merumuskan aturan ini, mesti sama-sama, nggak bisa menang semua. Kalau mau bereskan rakyatnya, yang 8 juta petani mesti mengalah. Kemarin petani sudah happy, perusahaan sudah happy, industri nggak ribut, yang ribut masyarakat. Ini policy kita ambil sama-sama," kata Lutfi.
Lutfi menjelaskan, ketika bank ingin memberikan pinjaman sama kealpa sawit, belum pernah dengan perhitungan lebih US$700 dolar per ton.
"Kalau ini harganya US$1.100 - 1.400 (per ton) ini kejadian sekali seumur hidup. Mudah-mudahan dengan policy ini berorientasi pasar, berat sama dipikul ringan sama dijinjing. Jadi, uang masuk ek BPDPKS, BPDPKS eksekusi dan pastikan harga migor Rp14.000 itu jalan," kata Lutfi.
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Krisis Sawit Makin Serius & Terus Makan Korban, Ini Buktinya!