
Tak Semua Soal Covid-19 Kabar Buruk, Ada Secercah Harapan!

Oleh karena itu, berbagai negara berencana mengendurkan pembatasan sosial (social distancing). Prancis, misalnya, akan mulai melakukan pelonggaran.
Jean Castex, Perdana Menteri Prancis, mengungkapkan pemerintah akan mengizinkan klub malam kembali beroperasi. Mulai 2 Februari 2022, batasan penonton pertandingan olahraga akan dicabut dan masker tidak lagi wajib dikenakan di luar ruangan.
Pada 16 Februari 2022, penonton bioskop juga sudah boleh membawa makanan-minuman kala menonton film. Setelah libur musim dingin selesai, pelajar bisa kembali ke sekolah dengan protokol kesehatan yang lebih longgar.
Namun, kebebasan itu bukan tanpa syarat. Lagi-lagi vaksin menjadi penentu. Mereka yang sudah divaksin, dan bisa menujukkan buktinya, bisa lebih leluasa beraktivitas di luar rumah.
Belanda pun melakukan langkah serupa. Mulai pekan lalu, pemerintah Negeri Tulip bahkan sudah mengendurkan social distancing.
Toko non-esensial, salon, dan pusat kebugaran sudah boleh dibuka lagi. Pelajar dan mahasiawa juga sudah boleh memulai Pembelajaran Tatap Muka (PTM).
Social distancing, karantina wilayah (lockdown), Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) ketat, dan semacamnya memang bertujuan mulia yakni menyelamatkan nyawa dan menekan risiko penyebaran virus corona. Namun harga yang harus dibayar sangat mahal. Harga dalam arti yang sesungguhnya, uang betulan.
Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan anggaran penanganan pandemi di seluruh negara mencapai US$ 12,5 triliun hingga 2024. Dengan asumsi US$ 1 setara dengan Rp 14.392 seperti kurs acuan Bank Indonesia (BI) 31 Januari 2022, maka nilainya adalah Rp 179.900 triliun. Wow...
Selain penanganan pandemi, anggaran sebesar itu juga dipakai untuk mengatasi dampak sosial-ekonomi akibat pandemi. Subsidi, tunjangan, insentif pajak, bantuan, dan sebagainya juga diberikan negara kepada rakyat yang terdampak pandemi. Pos-pos ini tentu butuh pendaan yang tidak sedikit.
Makin ekonomi 'dikunci', maka biaya itu akan makin bengkak. Sebab dunia usaha dan masyarakat tidak diberi kesempatan untuk tumbuh, untuk berekspansi. Sehingga mengandalkan bantuan pemerintah untuk bertahan hidup.
Oleh karena itu, mungkin langkah yang lebih bijak adalah mempercepat dan memperluas vaksinasi tanpa perlu menutup aktivitas dan mobilitas masyarakat secara berlebihan. Dengan demikian, hasil yang akan didapat adalah kekebalan tubuh plus ketahanan ekonomi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)