Tak Semua Soal Covid-19 Kabar Buruk, Ada Secercah Harapan!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
01 February 2022 07:15
Pernak pernik Natal mulai ramai di dekorasi di mal pusat perbelanjaan, Jakarta, Senin (20/12/2021). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Pernak pernik Natal mulai ramai di dekorasi di mal pusat perbelanjaan, Jakarta, Senin (20/12/2021). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) di Indonesia belum usai. Dengan kehadiran varian Omicron, malah ada tendensi pandemi mengganas lagi.

Kementerian Kesehatan melaporkan kasus positif corona pada 31 Januari 2022 adalah 10.185 orang. Sepanjang bulan lalu, rata-rata terdapat 2.924,19 kasus positif harian setiap harinya. Melonjak tajam dibandingkan rerata Desember 2021 yaitu 203,58 orang per hari.

Di sisi lain, jumlah pasien sembuh pun bertambah. Namun penambahan pasien sembuh tidak sebanyak kasus baru.

Sepanjang Januari 2022, rata-rata pasien sembuh berjumlah 843 orang per hari. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yakni 312 orang per hari. Akan tetapi, angka itu sangat minim dibandingkan penambahan kasus baru.

Akibatnya, angka kasus aktif corona semakin bertambah. Pada 31 Januari 2022, kasus aktif corona naik 6.878 orang sehingga total menjadi 68.596 orang, tertinggi sejak 17 September 2021.

Kasus aktif adalah pasien yang masih dalam perawatan baik di fasilitas kesehatan maupun secara mandiri. So, kasus aktif menggambarkan kondisi pandemi yang sesungguhnya di lapangan.

coronaSumber: Kemenkes, Worldometer

Peningkatan kasus aktif otomatis membuat angka perawatan di rumah sakit atau hospitalisasi meningkat. Per 30 Januari 2022, tingkat keterisian ranjang rumah sakit (Bed Occupancy Rate/BOR) nasional mencapai 14%, tertinggi sejak 13 September tahun lalu.

Di DKI Jakarta, BOR meningkat ke level yang sudah boleh bilang mengkhawatirkan. Per 30 Januari 2022, BOR di provinsi pimpinan Gubernur Anies Rasyid Baswedan ini sudah menyentuh 52%. Artinya, kapasitas rumah sakit di Ibu Kota sudah terisi lebih dari separuh.

Halaman Selanjutnya --> Ternyata Ada Banyak Kabar Baik

Di tengah-tengah kabar buruk yang membanjir soal Covid-19, terutama varian Omicron, masih ada secercah harapan. Tidak semua kabar adalah kabar buruk, berita baik pun tidak bisa dibilang sedikit.

Peningkatan jumlah kasus positif harian tidak sebanding dengan tingkat kematian. Pada Desember 2021 ke Januari 2022 rata-rata kasus positif meroket 1.336,38%. Akan tetapi rata-rata kasus kematian dalam periode yang sama malah turun 22,22%.

Meski begitu, satu nyawa tetap sangat berharga, bahkan tidak bisa terbayar dengan apapun. Kehilangan satu nyawa sudah terlalu banyak.

Berdasarkan standar yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pandemi virus corona di Ibu Pertiwi juga masih bisa dibilang relatif terkendali. Ini dicerminkan dari angka penularan komunal (Community Transmission/CT) yang masih di angka satu.

Kasus per 100.000 populasi per minggu di Indonesia masih di angka 6,73. Kemudian hospitalisasi per 100.000 penduduk per minggu adalah 0,71. Lalu kematian per 100.000 populasi per minggu adalah 0,02. Seluruhnya masih di CT1.

Pemerintah juga terus mengebut pelaksanaan vaksinasi. Vaksin diharapkan mampu membangun ketahanan tubuh untuk melawan serangan virus corona.

Target sasaran vaksinasi nasional adalah 208,26 juta jiwa. Per 31 Januari 2022, jumlah penduduk yang sudah menerima vaksin dosis pertama adalah 184,68 juta jiwa atau 88,68% dari target.

Kemudian yang sudah mendapatkan vaksin hingga dosis kedua adalah 128,03 juta jiwa atau 61,48%. Sementara yang sudah mendapatkan vaksin dosis ketiga (booster) berjumlah 4,22 juta orang atau 2,03%.

Vaksin terbukti mampu meningkatkan kekebalan tubuh dan menekan risiko gejala berat bahkan kehilangan nyawa. Di Swiss, misalnya, tingkat kematian mingguan per 100.000 orang di antara populasi yang belum divaksin adalah 13,06. Sementara bagi yang sudah mendapatkan vaksin dua dosis angkanya hanya 1,44. Bagi yang sudah menerima vaksin dosis ketiga, angkanya lebih rendah lagi yakni 0,27.

Kabar baik lain datang dari Amerika Serikat (AS). Laporan dari US Centers for Disease Control and Preventions (CDC) menyebut virus corona varian Omicron tidak menyebabkan dampak separah varian Delta.

Menurut laporan CDC, tingkat perawatan di ICU saat gelombang serangan Omicron di Negeri Paman Sam saat ini sekitar 29% lebih rendah ketimbang musim dingin lalu. Dibandingkan saat gelombang serangan varian Delta, tingkat perawatan di ICU lebih rendah 26%.

Saat ini Omicron menjadi varian paling dominan di AS, menggeser Delta. Varian dominan itu kini sudah lebih 'jinak', ancaman terhadap nyawa lebih kecil.

Selama periode 19 Desember 2021-15 Januari 2022, saat serangan Omicron memuncak di AS, angka kematian rata-rata adalah sembilan orang per 1.000 kasus positif. Lebih sedikit ketimbang saat serangan varian Delta yaitu 13 per 1.000 kasus positif.

"Tingkat keparahan yang lebih rendah kemungkinan besar disebabkan oleh cakupan vaksinasi yang kini lebih luas. Booster juga memberikan pertahanan lebih," sebut laporan CDC.

Menurut CDC, kejadian ini tidak hanya dialami di AS. Afrika Selatan, Inggris, dan Skotlandia juga mengalami hal serupa.

Varian Omicron yang kini menjadi varian dominan menjadi bukti awal bahwa Covid-19 makin lama akan makin 'jinak'. Ini menjadi harapan bahwa pandemi Covid-19 akan berakhir dan statusnya mengalami 'degradasi' menjadi endemi.

Halaman Selanjutnya --> Ekonomi Jangan 'Dikunci'

Oleh karena itu, berbagai negara berencana mengendurkan pembatasan sosial (social distancing). Prancis, misalnya, akan mulai melakukan pelonggaran.

Jean Castex, Perdana Menteri Prancis, mengungkapkan pemerintah akan mengizinkan klub malam kembali beroperasi. Mulai 2 Februari 2022, batasan penonton pertandingan olahraga akan dicabut dan masker tidak lagi wajib dikenakan di luar ruangan.

Pada 16 Februari 2022, penonton bioskop juga sudah boleh membawa makanan-minuman kala menonton film. Setelah libur musim dingin selesai, pelajar bisa kembali ke sekolah dengan protokol kesehatan yang lebih longgar.

Namun, kebebasan itu bukan tanpa syarat. Lagi-lagi vaksin menjadi penentu. Mereka yang sudah divaksin, dan bisa menujukkan buktinya, bisa lebih leluasa beraktivitas di luar rumah.

Belanda pun melakukan langkah serupa. Mulai pekan lalu, pemerintah Negeri Tulip bahkan sudah mengendurkan social distancing.

Toko non-esensial, salon, dan pusat kebugaran sudah boleh dibuka lagi. Pelajar dan mahasiawa juga sudah boleh memulai Pembelajaran Tatap Muka (PTM).

Social distancing, karantina wilayah (lockdown), Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) ketat, dan semacamnya memang bertujuan mulia yakni menyelamatkan nyawa dan menekan risiko penyebaran virus corona. Namun harga yang harus dibayar sangat mahal. Harga dalam arti yang sesungguhnya, uang betulan.

Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan anggaran penanganan pandemi di seluruh negara mencapai US$ 12,5 triliun hingga 2024. Dengan asumsi US$ 1 setara dengan Rp 14.392 seperti kurs acuan Bank Indonesia (BI) 31 Januari 2022, maka nilainya adalah Rp 179.900 triliun. Wow...

Selain penanganan pandemi, anggaran sebesar itu juga dipakai untuk mengatasi dampak sosial-ekonomi akibat pandemi. Subsidi, tunjangan, insentif pajak, bantuan, dan sebagainya juga diberikan negara kepada rakyat yang terdampak pandemi. Pos-pos ini tentu butuh pendaan yang tidak sedikit.

Makin ekonomi 'dikunci', maka biaya itu akan makin bengkak. Sebab dunia usaha dan masyarakat tidak diberi kesempatan untuk tumbuh, untuk berekspansi. Sehingga mengandalkan bantuan pemerintah untuk bertahan hidup.

Oleh karena itu, mungkin langkah yang lebih bijak adalah mempercepat dan memperluas vaksinasi tanpa perlu menutup aktivitas dan mobilitas masyarakat secara berlebihan. Dengan demikian, hasil yang akan didapat adalah kekebalan tubuh plus ketahanan ekonomi.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji) Next Article Waspada! Pandemi Mirip Covid Diramal Muncul Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular