Seperti diketahui, inflasi disebabkan oleh dua hal. Pertama, volatile food yakni perkembangan harga komoditas pangan yang ada pasar. Kedua, administered price yaitu harga suatu barang atau jasa yang beredar di masyarakat berdasarkan aturan pemerintah.
Adapun dari rangkuman CNBC Indonesia, beberapa tarif yang akan disesuaikan mulai tahun depan secara bertahap adalah tarif pajak, rokok, hingga tarif listrik.
Untuk tarif pajak yang akan naik mulai tahun depan adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Kenaikan 1% menjadi 11% akan dimulai pada 1 April 2022.
Dengan kenaikan PPN ini, maka mulai tahun depan beban masyarakat saat pembelian berbagai jenis kebutuhan akan makin mahal. Begitu juga makan di restoran yang makin mahal.
Sebab, dalam transaksi beban PPN dikenakan kepada konsumen akhir atau pembeli. Sehingga saat pembayaran dilakukan, biaya yang harus dirogoh oleh konsumen makin tinggi.
Kemudian untuk tarif cukai akan mulai naik di tahun depan adalah Cukai Hasil Tembakau (CHT) atau cukai rokok yang dimulai pada 1 April 2022. Kenaikan tarif tahun depan rata-rata 12%.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan, kenaikan cukai ini diharapkan bisa membuat harga rokok semakin tidak terjangkau. "Pemerintah berupaya melindungi masyarakat dari konsumsi barang-barang berbahaya seperti rokok," paparnya.
Apalagi rokok adalah penyebab kematian nomor dua di dunia dan juga penyebab meningkatnya risiko stunting. "Keluarga perokok memiliki anak stunting 5,5% lebih tinggi tinggi dibandingkan tidak merokok. Dan negara yang memiliki tenaga kerja stunting cenderung memiliki pendapatan perkapita lebih rendah," kata dia.
 Foto: Infografis/Siap-siap Harga Rokok Makin Mahal 2022/Arie Pratama Infografis: Siap-siap Harga Rokok Makin Mahal 2022 |
Selanjutnya, untuk tarif listrik yang akan dilakukan penyesuaian tarif adalah golongan pelanggan non-subsidi yang diperkirakan akan mengalami kenaikan. Setelah pemerintah dan parlemen sepakat menerapkan kembali tarif penyesuaian bagi pelanggan non-subsidi 2022.
Tarif penyesuaian merupakan tarif listrik bagi 13 golongan pelanggan non-subsidi PT PLN (Persero). Mestinya tarif listrik bagi pelanggan non subsidi ini berfluktuasi, bisa naik dan bisa turun setiap tiga bulan disesuaikan dengan tiga faktor yaitu nilai tukar, harga minyak mentah dan inflasi.
Jika ketiga faktor ini meningkat, maka seharusnya tarif listrik non subsidi juga ikut dinaikkan, menyesuaikan realisasi ketiga faktor tersebut. Begitu juga sebaliknya.
Dengan skema tarif penyesuaian, maka kenaikan tarif listrik diperkirakan mulai naik dari Rp 18 ribu hingga Rp 101 ribu per bulan sesuai dengan golongan.
Seperti diketahui, sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor P.20/MENLHK/SETJEN-KUM.1/3/2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori, bahwa implementasi standar emisi Euro 4 mulai berlaku pada April 2022.
Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati mengungkapkan rencana tersebut akan dilakukan secara bertahap dengan sejumlah pertimbangan.
Menurut Nicke berdasarkan Kepmen KLHK 2017 tersebut, untuk mengurangi karbon emisi juga direkomendasikan BBM yang dijual minimum RON 91.
Namun, kata Nicke kini kesadaran masyarakat untuk menggunakan BBM yang lebih berkualitas dan lebih ramah lingkungan semakin tinggi. Terlihat dari penyerapan bensin Premium oleh masyarakat yang semakin menurun dan emisi karbon yang bisa semakin ditekan.
Penghapusan premium akan menguras isi kantor masyarakat, karena harus beralih ke pertalite ataupun pertamax.
LPG non subsidi misalnya, pada akhir tahun 2021 ini PT Pertamina (Peresero) selaku badan usaha niaga LPG resmi menaikkan harga LPG non subsidi di antara kisaran Rp 1.600-Rp 2.600 per kilo gram (kg), disesuaikan per daerah.
Dari hasil penelusuran CNBC Indonesia melalui Pertamina Call Centre 135, diketahui bahwa misalnya, untuk harga LPG tabung 12 kg senilai Rp 163 ribu atau Rp 13.584 per kg untuk wilayah Jakarta tepatnya Jakarta Selatan.
Untuk wilayah Depok misalnya juga sama atau LPG tabung 12 kg senilai Rp 163 ribu. Sementara itu, untuk di wilayah yang sama, harga LPG tabung 5,5 kg dibanderol senilai Rp 76 ribu atau Rp 13.900 per kg.
Pjs Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Sub Holding Pertamina Commercial & Trading, Irto Ginting meyebutkan, bahwa penyesuaian harga LPG non subsidi yang dilakukan oleh Pertamina ini untuk merespon tren peningkatan harga Contract Price Aramco (CPA) LPG yang terus meningkat sepanjang tahun 2021.
Meski untuk LPG subsidi tabung 3 kg saat ini tidak mengalami kenaikan harga, namun pemerintah juga mengindikasikan akan menaikkan harga LPG 3 kg di pasaran dengan cara mengubah skema pemberian subsidi LPG.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berkomiten untuk mengubah skema subsidi LPG 3 kg dari yang saat ini sifatnya terbuka, menjadi subsidi langsung tertutup berbasis data penerima manfaat.
Meski demikian, Pemerintah dan Bank Indonesia optimis inflasi di tahun depan akan tetap terjaga di bawah target. Hal ini tercermin dari perkiraan BI yang pada tahun depan inflasi terjaga dalam kisaran sasaran 3±1%.
"Bank Indonesia berkomitmen menjaga stabilitas harga dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) guna menjaga inflasi IHK dalam kisaran targetnya," ujar Gubernur BI perry Warjiyo dalam konferensi pers 16 Desember 2021.
Hal yang sama juga disampaikan oleh pemerintah. Dimana inflasi diyakini akan tetap terjaga karena koordinasi yang dilakukan dengan seluruh stakeholder menjaga harga terutama pangan tetap stabil.
"Laju inflasi diperkirakan dapat dikendalikan pada tingkat 3% di 2022," tulis pemerintah dalam UU APBN 2022.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro memperkirakan inflasi 3,30% di akhir 2022. Tekanan terhadap inflasi bisa sedikit teredam oleh penurunan harga emas di tengah pengetatan likuiditas global serta kelompok pengeluaran kesehatan, informasi dan komunikasi.