Awal 2022, Rupiah Sudah Siap Melesat?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
03 January 2022 07:45
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - 2021 bukan tahun yang buruk bagi rupiah, pelemahannya melawan dolar Amerika Serikat (AS) tidak besar, hanya 1,5%. Dibandingkan mata uang utama Asia lainnya, rupiah ada di urutan ke-empat, hanya kalah dari yuan China, dolar Taiwan dan dolar Hong Kong.

Di awal perdagangan tahun 2022, Senin (3/1), rilis data aktivitas manufaktur Indonesia dan inflasi bulan Desember 2021 bisa menjadi penggerak rupiah.

Aktivitas manufaktur yang dilihat dari purchasing managers' index (PMI) bisa memberikan gambaran bagaimana geliat ekonomi di dalam negeri. Sementara inflasi akan menunjukkan seberapa kuat daya beli masyarakat.

IHS Markit melaporkan PMI manufaktur Indonesia pada bulan Desember sebesar 53,5. sedikit melambat dari bulan sebelumnya 53,9.

PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Kalau di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi.

Meski ekspansi sektor manufaktur sedikit mengalami pelambatan, namun Jingyi Pan, Economics Associate Director IHS Markit mengatakan secara keseluruhan sentimen sangat positif. 

"Namun demikian, keseluruhan sentimen bertahan sangat positif, dengan tingkat kepercayaan diri bisnis di atas rata-rata jangka panjang menunjukkan bahwa manufaktur Indonesia masih optimis terhadap pertumbuhan produksi berkelanjutan selama periode tahun 2022," kata Jingyi Pan. 

 

Kemudian inflasi, konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan terjadi inflasi 0,52% pada Desember 2021 dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm).

Sementara dibandingkan Desember 2020 (year-on-year/yoy) laju inflasi diperkirakan 1,81%. Setiap Desember, inflasi tahunan akan sama dengan tahun kalender atau tahun berjalan (year-to-date/ytd). Jadi inflasi sepanjang 2021 diperkirakan 1,81%, sama seperti inflasi tahunan.

Sedangkan inflasi inti secara tahunan diperkirakan 1,51% pada Desember 2021. Lagi-lagi, ini sama dengan laju sepanjang 2021.

Inflasi inti bisa menjadi gambaran seberapa kuat daya beli masyarakat, karena berisi kelompok barang dan jasa yang harganya sulit naik turun.

Secara teknikal, rupiah masih bertahan di bawah rerata pergerakan 50 hari (Moving Average 50/ MA 50) di kisaran Rp 14.270/US$ hingga Rp 14.280/US$ dan MA 100 di kisaran Rp 14.260/US$ sampai Rp 14.270/US. Rupiah yang disimbolkan USD/IDR kini sudah bergerak di bawah tiga MA, yang tentunya membuka peluang berlanjutnya penguatan.

Selama mampu bertahan di bawah MA 50, rupiah berpeluang menguat menguji kembali Rp 14.200/US$. Penembusan ke bawah level tersebut akan membuka peluang rupiah ke Rp 14.170/US$.

idrGrafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Foto: Refinitiv 

Tetapi patut diwaspadai koreksi yang bisa menerpa rupiah. Sebab, indikator Stochastic sudah dekat dengan wilayah jenuh jual (oversold).

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

Jika MA 50 ditembus rupiah berisiko melemah ke Rp 14.300/US$ hingga Rp 14.320/US$.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular