
Terungkap! Harusnya Premium & Pertalite 'Punah' 2017...

Indonesia merupakan negara paling berpolusi nomor sembilan dunia pada 2020, mengacu data IQAir. Penyebabnya adalah konsentrasi partikulat PM 2,5 di Indonesia 8,1 kali lebih tinggi dari standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan masuk ke golongan tidak sehat.
PM 2,5 adalah partikel udara yang berukuran lebih kecil dari 2,5 mikrometer. Saking kecilnya, Greenpeace Indonesia mengatakan bahwa PM 2,5 bisa menembus masker.
Sumber partikel ini adalah dari polusi asap mobil, truk, bus, dan kendaraan bermotor lainnya. Selain itu juga ditemukan di hasil pembakaran kayu, minyak, batu bara, atau akibat kebakaran hutan dan padang rumput.
Dampak yang ditimbulkan oleh polusi PM 2,5 sangat besar. Bahkan dijuluki sebagai silent killer karena polusi ini menyerang tanpa disadari oleh manusia.
Menurut Jurnal Enviromental Research yang dirilis Harvard University dan Columbia University 2015, PM 2,5 mampu mengancam kesehatan manusia. Berdasarkan data dalam penelitian tersebut, kematian dini yang terjadi rata-rata 100.300 kasus. Melansir Greenpeace Indonesia, pada 2020 polusi PM 2,5 menelan 13.000 jiwa dan kerugian terkait polusi udara sebesar US$ 3,4 miliar.
Maka dari itu, niatan menghapus bensin jenis Premium dan Pertalite cukup tepat dengan alasan mengurangi polusi udara dan perbaikan lingkungan. Namun tetap harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat. Terutama penghapusan Pertalite yang jadi bensin sejuta umat di Indonesia.
Pertamina mencatat, porsi penjualan Pertalite pada Juni 2021 mencapai 70% dari total penjualan BBM. Sedangkan, penjualan Pertamax (RON 92 ke atas) baru 15%.
Selisih harga Pertalite dan Pertamax saat ini adalah Rp 1.350 per liter atau 17,64%. Dengan UMP 2022 yang naik hanya 1% tentunya akan berat bagi masyarakat untuk beralih ke Pertamax.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)