
Indonesia Tuan Rumah Karbon Dunia!

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia merupakan pemilik cadangan karbon terbesar di dunia, yakni sekitar 75%-80% dari total stok karbon dunia. Adapun sumber kekayaan karbon Indonesia tersebut berasal dari hutan, gambut, mangrove, hingga padang lamun.
Hal tersebut berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.
Dengan besarnya cadangan karbon negara ini, maka pemerintah akan terus bergerak mengawal bahaya perubahan iklim.
Berdasarkan dokumen "Capaian Kinerja 2021 Indonesia Tangguh Indonesia Tumbuh", lahan gambut berkontribusi besar terhadap kekayaan karbon Indonesia yakni mencapai 67%, lalu disusul hutan tropis 30%, dan mangrove memberi kontribusi 3%.
Kalkulasi Natural Climate Solution (NCS) mencatat bahwa potensi penurunan emisi karbon Indonesia sebesar 1,47 Giga Ton CO2e per tahun.
Langkah utama menjaga cadangan karbon antara lain dengan mengubah paradigma pengelolaan hutan, restorasi lahan gambut hingga rehabilitasi hutan mangrove. Saat ini tercatat ada 16 unit manajemen yang merestorasi hutan produksi seluas 622.861 hektare. Juga, memulihkan lahan sebesar 4,69 juta hektare, termasuk gambut dan mangrove.
Emisi karbon dioksida dari kebakaran hutan dan lahan per Agustus 2021 juga menurun signifikan dibandingkan 2019 lalu. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pada 2019 emisi karbon dari kebakaran hutan dan lahan mencapai titik tertinggi yakni 624.113.986 ton emisi CO2, lalu turun drastis pada 2020 menjadi "hanya" 40.204.855 ton emisi CO2, dan hingga Agustus 2021 tercatat tinggal 29.638.239 emisi CO2.
Kerja Keras Kurangi Emisi
Indonesia harus bekerja keras mencapai target emisi nol karbon sebagaimana tuntutan dunia. Ada banyak sektor yang harus dihitung mengingat tiap
sektor memiliki kontribusi yang berbeda-beda.
Sektor energi misalnya, paling banyak menyumbang emisi gas rumah kaca dibandingkan sektor lainnya. Karenanya, dua strategi utama mengurangi emisi karbon di sektor energi yakni meningkatkan produksi Energi Baru Terbarukan (EBT) dengan mengoptimalkan sumber daya dalam negeri, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/Angin (PLTB), dan Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm).
Kedua, meningkatkan efisiensi pemanfaatan energi dengan mengurangi emisi, seperti penghentian penggunaan PLTU yang masuk usia pensiun, co-firing PLTU dengan biomassa, konversi pembangkit diesel ke energi baru terbarukan dan gas bumi, hingga pada percepatan implementasi kendaraan listrik.
Berikut realisasi kapasitas terpasang pembangkit listrik berbasis EBT hingga Semester I 2021:
PLT Hybrid 3,6 Mega Watt (MW), tidak berubah dari 2020 3,6 MW.
PLTB 154,31 MW, tidak berubah dari 2020 154,31 MW.
PLTS 182,3 MW, naik dari 2020 169,3 MW.
PLTA, PLTMH & PLTM 6.286,7 MW, naik dari 2020 6.140,6 MW.
PLT Bioenergi 1.917 MW, naik tipis dari 2020 1.904 MW.
PLTP 2.131 MW, tidak berubah dari 2020 2.131 MW.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Mulai Melunak, RI Bakal Setop PLTU Dengan Hati-Hati
