Terungkap! Harusnya Premium & Pertalite 'Punah' 2017...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
28 December 2021 16:39
Pengendara motor mengatre untuk mengisi bahan bakar Pertalite di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) kawasan Pondok Cabe, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (17/9/2020). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Pengendara motor mengatre untuk mengisi bahan bakar Pertalite di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) kawasan Pondok Cabe, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (17/9/2020). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Pertamina (Persero) punya rencana untuk tidak lagi menjual Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium dan Pertalite. Ternyata aturan untuk tidak lagi menggunakan kedua jenis bahan bakar tersebut sudah ada sejak 2017.

"Ketentuan dari Ibu Menteri LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan) 2017, ini untuk mengurangi karbon emisi, maka direkomendasikan BBM yang dijual minimum RON 91," ungkap Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina.

Aturan yang dimaksud Nicke adalah Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor P20/Menlhk/Setjen/Kum1/3/2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang. Di pasal 3 ayat (1) beleid itu, disebutkan bahwa Pemenuhan Baku Mutu Emisi Gas Buang dilakukan dengan ketentuan salah satunya dengan spesifikasi reference fuel menurut Economic Commission for Europe (ECE).

Di pasal 3 ayat (2) huruf a, disebut bahwa dalam hal reference fuel tidak tersedia maka pengujian emisi gas buang dilakukan dengan bahan bakar minimal Research Octane Number (RON) 91. Nah, ini yang disebut oleh Nicke.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, menandatangani aturan ini pada 10 Maret 2017. Kemudian diundangkan pada 7 April 2017, dan mulai berlaku pada saat diundangkan.

Jadi kalau mau tunduk pada aturan ini, maka semestinya Premium dan Pertalite sudah 'punah' pada 2017. Premium adalah BBM dengan RON 88 sementara Pertalite adalah RON 90.

Halaman Selanjutnya --> Indonesia Masuk 10 Besar Negara Berpolusi Dunia

Indonesia merupakan negara paling berpolusi nomor sembilan dunia pada 2020, mengacu data IQAir. Penyebabnya adalah konsentrasi partikulat PM 2,5 di Indonesia 8,1 kali lebih tinggi dari standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan masuk ke golongan tidak sehat.

PM 2,5 adalah partikel udara yang berukuran lebih kecil dari 2,5 mikrometer. Saking kecilnya, Greenpeace Indonesia mengatakan bahwa PM 2,5 bisa menembus masker.

Sumber partikel ini adalah dari polusi asap mobil, truk, bus, dan kendaraan bermotor lainnya. Selain itu juga ditemukan di hasil pembakaran kayu, minyak, batu bara, atau akibat kebakaran hutan dan padang rumput.

Dampak yang ditimbulkan oleh polusi PM 2,5 sangat besar. Bahkan dijuluki sebagai silent killer karena polusi ini menyerang tanpa disadari oleh manusia.

Menurut Jurnal Enviromental Research yang dirilis Harvard University dan Columbia University 2015, PM 2,5 mampu mengancam kesehatan manusia. Berdasarkan data dalam penelitian tersebut, kematian dini yang terjadi rata-rata 100.300 kasus. Melansir Greenpeace Indonesia, pada 2020 polusi PM 2,5 menelan 13.000 jiwa dan kerugian terkait polusi udara sebesar US$ 3,4 miliar.

Maka dari itu, niatan menghapus bensin jenis Premium dan Pertalite cukup tepat dengan alasan mengurangi polusi udara dan perbaikan lingkungan. Namun tetap harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat. Terutama penghapusan Pertalite yang jadi bensin sejuta umat di Indonesia.

Pertamina mencatat, porsi penjualan Pertalite pada Juni 2021 mencapai 70% dari total penjualan BBM. Sedangkan, penjualan Pertamax (RON 92 ke atas) baru 15%.

Selisih harga Pertalite dan Pertamax saat ini adalah Rp 1.350 per liter atau 17,64%. Dengan UMP 2022 yang naik hanya 1% tentunya akan berat bagi masyarakat untuk beralih ke Pertamax.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji) Next Article Sekarang Premium, Siap-Siap Pertalite Juga Bakal Dihapus

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular