Internasional
Krisis Energi Hantam Dunia: Eropa, China, India, Jepang ke AS

Jakarta, CNBC Indonesia - Krisis energi kini melanda banyak negara di dunia. Sejumlah negara tersebut mayoritas mengalami krisis listrik, akibat dari melonjaknya harga gas alam dunia dalam beberapa waktu terakhir.
Ini membuat pelaku pasar kembali khawatir. Karena hal ini akan berdampak pada inflasi global meninggi.
Lalu negara mana saja? Berikut rangkuman CNBC Indonesia:
Eropa
Dilansir dari Reuters, di Eropa, harga gas alam yang kembali melonjak membuat lebih banyak utilitas untuk beralih ke batu bara dengan kandungan karbon tinggi untuk menghasilkan listrik. Ini tepat ketika Eropa sedang giat-giatnya untuk mencoba menghentikan penggunaan bahan bakar yang berpolusi.
Meskipun harga batu bara dan karbon Eropa juga melonjak dalam beberapa bulan terakhir, namun keduanya telah memperlambat lonjakan harga gas. Ini menyebabkan biaya marjinal jangka pendek beralih ke penggunaan batu bara untuk menghasilkan listrik.
Harga karbon acuan yang diizinkan oleh European Union's Emissions Trading System (ETS) naik hampir dua kali lipat sejak awal tahun ini. Sementara batu bara berjangka Eropa juga menguat lebih dari dua kali lipat.
Di lain sisi, pembangkit listrik berbahan bakar gas lebih murah untuk dioperasikan daripada pembangkit listrik berbahan batu bara karena biaya tambahan emisi karbon. Tetapi itu berubah sekitar Juli tahun ini.
Harga gas yang tinggi juga telah mendorong peralihan ke minyak di Inggris, di mana batu bara menyumbang hanya 2% dari campuran listrik, dengan negara itu menghadapi pasokan listrik yang ketat pada musim dingin tahun ini. Inggris sendiri kini menghadapi ancaman bangkrutnya industri akibat kurangnya energi.
Terbaru, krisis energi Eropa ini kini diyakini mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Jerman. Mengutip AFP, pada Kamis (14/10/2021) lima lembaga ekonomi terkemuka negara itu,DIW, Ifo, IfW, IWH, dan RWI, bahkan merevisi perkiraannya untuk pertumbuhan ekonomi Jerman.
Hal ini disebabkan oleh kemacetan pada rantai pasokan akibat krisis suplai gas. Permasalahan kini mulai dialami industri berat di negara itu, membuat produksi terhenti di beberapa lokasi yang membuat perakitan barang harus tertunda.
"Apakah itu kayu untuk palet, bahan pengepakkan, baja, yang merupakan input penting untuk industri kami, atau chip komputer, semikonduktor, dan lain-lain, bisnis sedang dihadapkan dengan kekurangan," ujar Ralph Wiechers, kepala ekonom di kelompok industri teknik mesin VDMA.
Tak hanya industri berat, otomotif juga mulai mengalami gangguan. Jalur produksi Volkswagen, Opel dan Ford terhenti karena kemacetan bahan baku pembuatan mobil.
Sementara itu BMW dan Mercedes-Benz telah dilaporkan mengirimkan kendaraan dengan komponen yang kurang. Ini merupakan pukulan pada negara berbasis ekspor itu.
Krisis gas sendiri telah mengerek harga bahan bakar itu 14,3% di Eropa. Hal ini membuat Jerman mengalami inflasi tertinggi sejak 1993 dengan persentase sekitar 4,1%.
"Kemacetan pasokan, harga energi yang tinggi dan penghentian produksi di Jerman berpotensi menjadi campuran beracun," menurut ekonom LBBW Jens-Oliver Niklasch.
Halaman 2>>