Pelarangan Penggunaan Air Tanah Bisa Cegah Jakarta Tenggelam?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pengamat tata tota dari Universitas Trisakti Yayat Supriyatna, menyebutkan persoalan DKI Jakarta bukan hanya berkaitan dengan tingginya penggunaan air tanah, tetapi juga maraknya pencurian air PAM. Selain itu, kian maraknya pembangunan di kawasan utara Jakarta juga menjadi permasalahan DKI Jakarta di tengah isu tenggelamnya ibu kota negara.
"Persoalan developer pada umumnya menjual kawasan. Developer itu kadang-kadang berpikir pintas ya, karena dia sudah beli tanah, dia menjual view untuk katakanlah keunggulan dari lokasinya dan yang jadi pertanyaannya property right dalam arti status kepemilikan tanah dan dikembangkan untuk kegiatan usaha itu harusnya mengikuti development right bahwa hak membangun diatur oleh pemerintah," ujarny adalam wawancara di program Profit CNBC Indonesia, Rabu (06/10/2021)
Selain itu, menurut Yayat, harus ada upaya untuk mengikuti peraturan Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan Lahan (ITBX).
Pertama, diizinkan. Yang mana semua persyaratan peruntukan dan penggunaan lokasi tidak ada masalah baik secara tata ruang maupun kondisi lingkungan yang baik.
Kedua, terbatas di mana harus dilakukan pembatasan. Ketiga, bersyarat yang mana jika di suatu lokasi sudah banyak bangunan/apartemen jangan ada izin untuk pembangunan lagi. Yayat menekankan harus ada pengendalian.
"Dan jika tetap harus dibangun harus ada persyaratan yang ketat. Boleh dilakukan pembangunan tapi sumber air harus 100% dari PDAM," kata Yayat.
Selanjutnya tidak diizinkan karena sifatnya tidak sesuai dengan peruntukan lahan yang direncanakan dan dapat menimbulkan dampak yang cukup besar bagi lingkungan di sekitarnya," katanya.
Sehingga dalam upaya untuk mencegah Jakarta tenggelam, Yayat bilang perlu aturan tegas terkait pembangunan kawasan DKI Jakarta yang rawan tenggelam serta penindakan terhadap pencurian air dan pengambilan air tanah yang berlebihan.
Pemerintah terus mengimbau masyarakat untuk mengurangi penggunaan air tanah di Jakarta. Imbauan itu sebagai salah satu upaya supaya agar ibu kota tidak tenggelam.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan, isu Jakarta tenggelam memang sudah lama dibahas. Menurut dia, beberapa kajian melaporkan Jakarta mengalami penurunan muka tanah 10 - 12 cm.
"Itu yang paling parah kalau kita lihat di Pluit, selain karena tanahnya konsolidasi, tapi juga banyak air tanah yang diambil," katanya di kantor Kementerian PUPR, Selasa (5/10/2021).
Basuki menjelaskan, negara lain juga sudah mengambil kebijakan itu. Misalnya Bangkok dan Tokyo mengambil kebijakan penghentian penggunaan air tanah.
Basuki pun menekankan pentingnya air di dalam tanah untuk mengisi rongga tanah yang kosong. Namun, menurut dia, untuk meregulasi penghentian air tanah, butuh stok kesediaan air bersih yang merata untuk masyarakat dengan cara penyediaan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM).
"Makanya kita buat waduk di Karian di Banten, untuk suplai air minum di Tangerang dan Jakarta, juga ada di Jatiluhur 1 dan Jatiluhur 2," ujarnya.
Menurut Basuki, sampai saat ini, sumber air bersih di Jakarta hanya berasal dari satu waduk di Tarum Barat. Itu juga tidak cukup untuk memberikan akses air bersih ke seluruh warga Jakarta.
"Makanya orang mengambil air tanah. Makanya sekarang ada program Jatiluhur 1 dan Jatiluhur 2 sekarang lagi didiskusikan dari tarif KPBU, itu sudah hampir mengerucut harganya, jadi kita bisa tahu kapan bisa menyarankan gubernur (Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan) menyetop penggunaan air tanah," katanya.
[Gambas:Video CNBC]
Ngeri! Tahun 2050, Sebagian Jakarta Diramalkan Tenggelam
(miq/miq)