Jokowi Minta Setoran Pajak Naik 9%, Apa Langkah Sri Mulyani?
Jakarta, CNBC Indonesia - Hari ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022 beserta Nota Keuangan kepada DPR. Kepala Negara berpesan bahwa APBN 2022 akan mulai bersifat konsolidatif. Apa artinya?
"Kebijakan fiskal tahun 2022 juga diarahkan untuk memberikan fondasi yang kokoh untuk konsolidasi fiskal menuju ke defisit maksimal 3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2023," sebut Jokowi.
Dalam UU No 17/2003 tentang Keuangan Negara, diamanatkan bahwa defisit APBN tidak boleh melebih 3% PDB. Namun di UU No 2/2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Coronavirus Disease-2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-undang, disebutkan bahwa pemerintah diizinkan untuk menaikkan defisit di atas 3% PDB untuk mengatasi dampak pandemi virus corona.
Alhasil, defisit APBN pun semakin dalam. Tahun lalu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengumumkan defisit APBN sebesar 6,14% PDB. Untuk 2021, defisit diperkirakan melandai ke 5,7% PDB.
Namun, UU No 2/2020 mewajibkan defisit kembali ke maksimal 3% PDB pada 2023. So, APBN 2022 akan menjadi yang terakhir di mana defisit anggaran bisa melampaui itu.
"Defisit anggaran tahun 2022 direncanakan sebesar 4,85% terhadap PDB atau Rp 868 triliun. Rencana defisit tahun 2022 memiliki arti penting sebagai langkah untuk mencapai konsolidasi fiskal, mengingat tahun 2023 defisit anggaran diharapkan dapat kembali ke level paling tinggi 3% terhadap Produk Domestik Bruto," lanjut Jokowi dalam pidatonya.
Halaman Selanjutnya --> Setoran Pajak Ditarget Naik 9% Lebih
(aji/aji)