Prediksi Setoran Pajak di 2023, Staf Ahli Menkeu: Menantang!

News - Anisa Sopiah, CNBC Indonesia
29 December 2022 18:05
Gedung Kementrian Keuangan Ditjen Pajak Foto: CNBC Indonesia/ Muhammad Luthfi Rahman

Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023, pemerintah menargetkan penerimaan pajak tahun depan sebesar Rp 1.718 triliun.

Menurut Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal, ini merupakan target yang sangat menantang mengingat kondisi perekonomian global tahun depan penuh dengan ketidakpastian, belum lagi terdapat ancaman resesi ekonomi dan inflasi yang tinggi.

"Kita ingin penerimaan pajak itu menjadi budaya 100% ya, ini memang cukup challenging, kalau kita cermati pernyataan pimpinan kita Bu Menteri, Presiden, yang mencermati yang terjadi di luaran, memang ada ketidakpastian yang tinggi, resesi ekonomi, inflasi yang tinggi di berbagai negara ini tentu akan sangat berdampak pada kita," jelasnya dalam Podcast Cermati Episode 6 Kilas Balik 2022 di Youtube Direktorat Jenderal Pajak, Kamis (29/12/2022).

"Kalau kita lihat 2023 akan sangat challenging, dalam artian kita kan tidak terlepas dari perekonomian global," lanjutnya.

Kendati demikian, Yon berharap setoran pajak tahun depan dapat mencapai target 100% seperti yang terjadi di tahun 2022 ini. Penerimaan pajak tahun ini memang mengalami kenaikan cukup signifikan, bahkan hingga 14 Desember 2022 penerimaan pajak telah melampaui target penerimaan pajak 2022 sebesar 110,06% yakni mencapai Rp1.634,36 triliun.

Lebih lanjut, dia mengatakan salah satu tantangan penerimaan pajak tahun depan dapat berasal dari penurunan permintaan produk tekstil Indonesia di Eropa.

Sebab, di negara-negara Eropa saat ini terjadi kenaikan harga energi yang tinggi dibarengi peningkatan konsumsi karena periode musim dingin, akibatnya terjadi inflasi di berbagai kebutuhan pokok masyarakat di sana. Kondisi ini kemudian mengubah perilaku konsumsi masyarakat di Eropa yakni mengurangi pembelian barang-barang sekunder.

"Otomatis behaviornya berubah, mereka mengurangi hal-hal yang tidak terlalu urgent, pakaian misalnya, demandnya berkurang padahal Indonesia termasuk yang menyuplai, tekstil otomatis akan berdampak," jelasnya.

Menurut Yon, tentunya ini akan berkaitan pada penurunan permintaan. Sehingga bukan tidak mungkin ketika permintaannya berkurang, pabrik akan memberhentikan produksi yang bisa berdampak pada permasalahan lainnya seperti melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan mengurangi gaji sebagai upaya untuk bertahan.

"Ini memang perlu kita cermati ke depan," tambahnya.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Setoran Pajak Lampaui Target, Bonus PNS DJP Cair Nih?


(haa/haa)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading