Corona Menggila, Amankah Utang dan APBN Indonesia?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
22 July 2021 06:40
Jelang Lebaran, Penukaran Uang Pecahan  Rupiah Kecil Baru Mulai Ramai (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) benar-benar merepotkan. Dampaknya sangat luas, hingga mengancam keuangan negara.

Indonesia tidak luput dari serangan virus yang awalnya mewabah di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China tersebut. Per 21 Juli 2021, jumlah pasien positif corona di Tanah Air mencapai 2.983.830 orang.

Dalam 14 hari terakhir, rata-rata pasien positif bertambah 43.174 orang. Melonjak dibandingkan rerata 14 hari sebelumnya yakni 24.713 orang.

corona

Oleh karena itu, pemerintah masih mempertahankan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Tujuannya adalah mengerem aktivitas dan mobilitas warga sehingga mengurangi ruang gerak penyebaran virus corona.

Untuk wilayah Jawa-Bali, PPKM Darurat kini berubah nama menjadi PPK Level 4. Aturan mainnya masih sama, seperti pekerja di sektor non-esensial dan non-kritikal bekerja 100% dari dari rumah. Kegiatan belajar mengajar pun dilakukan dari jarak jauh.

Kemudian warung makan, restoran, kafe, pedagang kaki lima, lapak jajanan tidak boleh melayani pengunjung yang makan-minum di tempat, hanya boleh dibawa pulang atau pesan antar. Pelaku perjalanan domestik pun harus melengkapi sejumlah persyaratan seperti kartu vaksin dan keterangan bebas Covid-19 berdasarkan uji antigen atau PCR.

Halaman Selanjutnya --> APBN Bekerja Keras Kala Pandemi

Berbagai pembatasan ini bertujuan untuk menyelamatkan lebih banyak nyawa rakyat Indonesia. Hingga 21 Juli 2021, sudah 77.583 orang yang meninggal akibat serangan virus corona.

Namun harga yang harus dibayar sangatlah mahal. 'Roda' ekonomi berputar perlahan, bahkan 'mati suri'.

Di sinilah pemerintah memainkan perannya. Melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pemerintah memberikan bantuan kepada rumah tangga dan dunia usaha yang terdampak kebijakan pengendalian pandemi.

Tahun ini, pemerintah menganggarkan dana Rp 744,75 triliun untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Per 16 Juli 2021, realisasinya adalah Rp 277,36 triliun atau 37,2%.

apbnSuber: Kementerian Keuangan

"Kami sudah komunikasi dengan DPR, memang dibolehkan bagi pemerintah untuk melakukan realokasi belanja agar bisa memenuhi kebutuhan yang sangat tinggi di bidang kesehatan dan bansos. Ada tambahan Rp 55,2 triliun untuk tambahan di bidang kesehatan dan bansos (bantuan sosial)," kata Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, dalam jumpa pers APBN Kita edisi Juli 2021, kemarin.

Penerimaan negara sebenarnya sudah mulai membaik. Per akhir Juni 2021, pendapatan negara tumbuh 9,1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy). Namun belanja masih tumbuh lebih tinggi yaitu 9,4% yoy.

Akibatnya, defisit anggaran pun bertambah. Pada semester I-2021, defisit APBN tercatat Rp 282,2 triliun atau 1,72% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Lebih tinggi dibandingkan semester I-2020 yang sebesar Rp 257,2 triliun (1,67% PDB).

apbnSumber: Kementerian Keuangan

Tekanan yang dialami APBN membuat sejumlah lembaga pemeringkat (rating agency) angkat suara. Moody's Investors Services, misalnya, memperkirakan defisit APBN 2021 bisa mencapai 5,9% PDB, lebih tinggi ketimbang perkiraan pemerintah yaitu 5,7% PDB.

Penerimaan negara yang masih belum pulih disertai tambahan pembiayaan membuat kemampuan Indonesia dalam menarik utang (debt affordabilty) terancam. Ini terlihat dari rasio penerimaan negara terhadap pembayaran bunga utang.

Pada 2019, rasio tersebut adalah 14,1%. Tahun lalu dan tahun ini, jumlahnya naik menjadi di atas 20%.

utangSumber: Moody's Investor Services

Halaman Selanjutnya --> Utang Indonesia Masih Aman?

Seberapa aman kondisi urang dan defisit Indonesia? Well, meski Moody's memberikan wanti-wanti tetapi posisi Indonesia dinilai masih lebih baik dibandingkan negara-negara yang sekelompok (peers).

"Rasio urang terhadap PDB naik menjadi 39% pada 2020. Rasio ini akan terus naik menjadi lebih dari 45% pada 2023. Meski demikian, ini masih di bawah median kelompok negara dengan peringkat Baa yaitu 62%," sebut Moody's dalam keterangan tertulis.

utang

Selain itu, ketergantungan terhadap investor asing dalam pembiayaan anggaran juga semakin berkurang. Per 16 Juli 2021, kepemilikan investor asing di Surat Berharga Negara (SBN) adalah Rp 966 triliun atau 22,81%. Pada 2018, jumlahnya pernah mencapai 40%.

Kepemilikan SBN oleh investor asing yang terlalu tinggi bisa membuat Indonesia terekspos oleh risiko. Ketika pasar keuangan bergejolak, investor asing cenderung melepas kepemilikan di aset-aset negara berkembang, termasuk SBN. Kalau kepemilikan asing masih sangat tinggi, maka pasar SBN akan ikut gonjang-ganjing.

Namun kini dengan porsi investor asing yang semakin berkurang, risiko itu juga ikut mengecil. Inilah yang menyebabkan pasar SBN tetap tangguh meski berbagai sentimen negatif melanda pasar keuangan dunia.

utang

Kemudian, risiko utang juga bisa ditekan karena pemerintah bisa memanfaatkan Saldo Anggaran Lebih (SAL). Penggunaan SAL akan mengurangi kebutuhan penarikan utang baru.

SAL 2020 yang bisa dipakai untuk 2021 adalah Rp 186,67 triliun. Dari jumlah tersebut, Rp 15,8 triliun sudah dialokasikan dalam UU APBN 2021. Nantinya SAL akan dipakai lagi sebanyak Rp 150,8 triliun.

"Tambahan penggunaan SAL untuk mengurangi utang mencapai Rp 150,8 triliun. SAL itu untuk mengurangi utang dan menambah realokasi belanja," sebut Sri Mulyani.

Plus, seperti yang disebutkan sebelumnya, tekanan terhadap utang dan defisit bisa berkurang ketika penerimaan negara membaik. Sejak Februari 2021, penerimaan negara sudah tumbuh positif setelah sembilan bulan beruntun mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif).

utang

"Kebijakan fiskal yang kami lakukan tergantung dari upaya mengendalikan pandemi. Fokus kami adalah strategi preventif dan kuratif. Preventif seperti dengan percepatan vaksinasi, dan kuratif dengan penyembuhan dan itu telah. Menujukkan hasl di mana terjadi penurunan kasus dalam beberapa hari terakhir.

"Pemerintah berharap dengan tekendalinya Covid-19 maka ekonomi akan pulih. Pemerintah akan mendorong konsolidasi fiskal," papar Luky Alfirman, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular