Internasional

China Sudah Gak 'Macho', Ekonominya ke Depan Bakal Loyo?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
13 July 2021 14:50
Para demonstran Pro-China memegang bendera nasional Tiongkok di pusat perbelanjaan Amoy Plaza di Teluk Kowloon, Hong Kong (14/9/2019). (REUTERS / Jorge Silva)
Foto: Para demonstran Pro-China memegang bendera nasional Tiongkok di pusat perbelanjaan Amoy Plaza di Teluk Kowloon, Hong Kong (14/9/2019). (REUTERS / Jorge Silva)

Menghadapi situasi ini, bank sentral China (PBoC) memutuskan untuk menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) perbankan sebesar 50 basis poin (bps). Kebijakan ini mampu menambah likuiditas perbankan sebesar CNY 1 triliun (Rp 2.236,89 triliun) yang bisa digunakan untuk menyalurkan kredit.

"Peningkatan permintaan sudah mencapai puncaknya, dan pertumbuhan ekonomi China akan mulai melambat pada paruh kedua 2021. Upaya ini (penurunan GWM) adalah untuk meredakan tekanan terhadap perekonomian," kata Elwin de Groot, Head of Macro Strategy Rabobank, seperti dikutip dari Reuters.

Bagi Indonesia, perlambatan ekonomi China bisa sangat terasa. China adalah negara mitra utama perdagangan Indonesia.

Pada Januari-Mei 2021, nilai ekspor non-migas Indonesia ke China mencapai US$ 17,12 miliar, melonjak 64,62% yoy. Nilai ekspor non-migas ke China berkontribusi 21,55% dari total ekspor non-migas.

Jika permintaan China melambat, maka ekspor Indonesia bisa merasakan dampak yang signifikan. Maklum, porsi China terhadap ekspor Indonesia lebih dari seperlima.

Di sisi investasi, China juga punya kontribusi yang tidak kecil. Sepanjang 2020, Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal mencatat investasi China di Indonesia bernilai US$ 4,84 miliar di 3.027 proyek. Hanya kalah dari Singapura di peringkat pertama dengan investasi US$ 9,78 miliar di 15.088 proyek.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/sef)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular