PPKM Darurat! Pengusaha Resto Teriak, Omzet Drop Tersisa 10%

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
12 July 2021 20:56
Petugas membersihkan meja makanan di Restoran di Kawasan Benhil, Jakarta, Selasa 6/4. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jakarta ingin pemerintah meningkatkan kapasitas jumlah pengunjung yang bisa makan di tempat alias dine in di tempat makan menjadi 75 persen saat masa buka bersama (bukber) puasa sepanjang Ramadan. Saat ini, kapasitas pengunjung dine in hanya boleh 50 persen. Kebijakan ini diterapkan karena pemerintah masih melangsungkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro. Terkait hal ini, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta Gumilar Ekalaya mengatakan belum ada perubahan aturan terkait kapasitas jam operasional restoran saat momen buka puasa bersama seperti dikutip CNN Indonesia. Namun, pemerintah tetap membuka masukan dari pengusaha. Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta, Gumilar Ekalaya juga mengatakan pihaknya tidak melarang pelaksanaan kegiatan buka puasa bersama (bukber) di restoran atau rumah makan di masa pandemi Covid-19. Menurut Gumilar, waktu pelaksanaan kegiatan bukber tidak melanggar ketentuan dalam PPKM Mikro. Meski tidak melarang, Gumilar mengingatkan kegiatan buka bersama harus tetap menerapkan protokol kesehatan. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Restoran. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Memasuki hari ke-10 Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, pengusaha restoran mulai berteriak terhadap nasibnya. Saat ini, banyak pemilik restoran yang harus gulung tikar karena tidak sanggup menutupi biaya operasional. Omset selama masa PPKM darurat pun sangat tipis.

"Sama saja kayak tutup, pendapatan saja cuma 10%, paling besar ya 15% lah (dari normal). Jangan lihat turunnya berapa, tapi segitu omsetnya sekarang," kata Wakil Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bidang Restoran Emil Arifin kepada CNBC Indonesia, Senin (12/7/21).

Saat ini resto boleh beroperasi dengan syarat take away atau makanan dibawa pulang, sementara dine-in atau makan di tempat dilarang saat ini. Sayangnya, pendapatan dengan cara seperti ini tidak mendongkrak. Penjualan melalui sistem daring juga terlihat tidak membantu banyak.

Di sisi lain, beban operasional yang menjadi tanggungan tidak sedikit. Mulai dari biaya sewa hingga gaji karyawan. Saat ini, gaji karyawan sudah dipangkas, namun biaya sewa tetap menjadi kewajiban dari pemilik resto kepada pusat perbelanjaan maupun pemilik tempat.

"Pusat perbelanjaan kena protes sama ritel-ritel, karena kita bayar uang sewa tapi nggak ada income. Tapi mall bilang dosa pemerintah jangan gue yang nanggung dong," sebutnya.

Ia bilang pemerintah juga jangan terkesan lepas tangan dengan hanya membuat aturan untuk menutup tempat atau melarang adanya aktivitas di pusat ekonomi tanpa menanggung biaya yang menjadi kerugian pelaku ekonomi.

"Jadi pemerintah seharusnya oke biaya uang sewa dan service charge, PBB kita bayar jadi hidup semuanya," sebutnya.

Namun, Emil enggan menyebut restoran mana saja yang sudah tutup atau berdarah-darah saat ini. Namun, secara gambaran hampir semuanya merasakan hal yang sama.

"Karena menyangkut brand, orang juga udah sulit sekarang, nanti mau bangkit tambah sulit lagi," sebutnya.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Alert! Restoran Dilarang Makan di Tempat, Hanya Take Away

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular