
Usai Drama, Kini Pembangkit Blok Rokan Jatuh ke Pangkuan RI

Jakarta, CNBC Indonesia - Proses transisi Blok Rokan, Riau dari PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) ke PT Pertamina (Persero) melalui unit usaha PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) sempat tersandung drama pasokan listrik.
Padahal, kontrak bagi hasil produksi minyak dan gas bumi (Production Sharing Contract/ PSC) CPI di blok ini akan segera berakhir pada 8 Agustus 2021 dan selanjutnya akan dialihkan ke Pertamina.
Mulanya, pengelola pembangkit listrik Blok Rokan, PT Mandau Cipta Tenaga Nusantara (MCTN) tidak mau serta merta menyerahkan pembangkit listriknya dalam transisi alih kelola Blok Rokan ini. Adapun pemilik saham mayoritas MCTN ini yaitu Chevron Standard Limited (CSL), afiliasi Chevron.
Hingga awal tahun ini belum ada kepastian kelanjutan pasokan listrik untuk Blok Rokan ini. Padahal, proses transisi Blok Rokan kepada Pertamina hanya tinggal hitungan bulan pada saat itu. PLN dan Pertamina pun pada akhir Januari sudah melakukan Perjanjian Jual Beli Listrik dan Uap.
Lalu, proses lelang pun dilakukan. Kontroversi nilai lelang sempat meluas ke publik.
Setelah beberapa bulan melewati proses lelang ini, akhirnya kini isu drama pasokan listrik ini sudah usai. PT PLN (Persero) secara resmi telah mengakuisisi pembangkit ini ditandai dengan penandatanganan Share Sale & Purchase Agreement (SPA) atau Perjanjian Jual Beli Saham antara PT PLN (Persero) dengan CSL, unit usaha Chevron, kemarin, Selasa (06/07/2021).
Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) North Duri Cogeneration (NDC) berkapasitas 300 Mega Watt (MW) ini telah dibangun sejak 20 tahun lalu dengan nilai investasi sekitar US$ 190 juta atau sekitar Rp 2,7 triliun (asumsi kurs Rp 14.500 per US$).
Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini mengatakan, akuisisi ini menjadi bukti komitmen PLN dalam menyuplai listrik di Blok Rokan. Diharapkan, melalui penandatanganan jual beli saham ini akan terjadi kemitraan dan kerja sama yang baik.
"Penandatanganan SPA Wilayah Kerja Rokan antara PLN CSL ini merupakan titik strategis untuk memastikan operasi Rokan," ungkapnya.
Kemudian setelah transisi ini, PLN akan membangun transmisi dari sistem Sumatera untuk memenuhi kebutuhan listrik Blok Rokan. Waktu yang dibutuhkan untuk membangun transmisi ini adalah tiga tahun.
"Setelah itu Blok Rokan akan kami sambungkan dengan sistem kelistrikan Sumatera, sehingga di tahun keempat dan seterusnya listrik Blok Rokan akan disuplai oleh listrik PLN dari regional Sumatera," jelasnya.
Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Saril mengatakan MCTN saat ini sudah menjadi milik PLN dan sudah uji kelayakan atau due diligence. Bahkan, PLN menggunakan empat konsultan.
"MCTN jadi milik kita, sudah due diligence overall, kita gunakan empat konsultan," paparnya dalam konferensi pers.
Empat konsultan ini punya tugas di antaranya, pertama memimpin langsung akuisisi. Konsultan kedua adalah melakukan perhitungan finansial. Lalu konsultan ketiga melakukan penilaian aset, dan konsultan terakhir adalah konsultan hukum.
"Jadi itu kita harus betul-betul lakukan due diligence karena ini menjadi milik kita. Menurut pandangan kita dari ini kita tidak ada kasus-kasus hukum yang kira-kira memberatkan dan ini bisa dimanage semua," jelasnya.
Soal risiko pidana menurutnya berdasarkan aturan, pihak membuat adalah yang bertanggungjawab, tidak mungkin dilempar kepada orang lain. Secara umum menurutnya risiko-risiko ini bisa dimitigasi.
"Alhamdulilah secara umum risiko-risiko ini sudah dimitigasi dan jadi bagian bagaimana nego dengan mereka," ungkapnya.
