Bila Ada PPKM Darurat, Siap-Siap Resto Bertumbangan!

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
29 June 2021 15:51
Petugas membersihkan meja makanan di Restoran di Kawasan Benhil, Jakarta, Selasa 6/4. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jakarta ingin pemerintah meningkatkan kapasitas jumlah pengunjung yang bisa makan di tempat alias dine in di tempat makan menjadi 75 persen saat masa buka bersama (bukber) puasa sepanjang Ramadan. Saat ini, kapasitas pengunjung dine in hanya boleh 50 persen. Kebijakan ini diterapkan karena pemerintah masih melangsungkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro. Terkait hal ini, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta Gumilar Ekalaya mengatakan belum ada perubahan aturan terkait kapasitas jam operasional restoran saat momen buka puasa bersama seperti dikutip CNN Indonesia. Namun, pemerintah tetap membuka masukan dari pengusaha. Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta, Gumilar Ekalaya juga mengatakan pihaknya tidak melarang pelaksanaan kegiatan buka puasa bersama (bukber) di restoran atau rumah makan di masa pandemi Covid-19. Menurut Gumilar, waktu pelaksanaan kegiatan bukber tidak melanggar ketentuan dalam PPKM Mikro. Meski tidak melarang, Gumilar mengingatkan kegiatan buka bersama harus tetap menerapkan protokol kesehatan. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Restoran. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kabar pemerintah bakal melarang dine in atau makan di tempat untuk restoran bakal berdampak keras hingga membuat restoran bertumbangan. Selama ini, tingkat keterisian sebagian restoran menurun tajam akibat pembatasan okupansi hingga 25%.

Kini, setelah rencana larangan dine-in mengemuka, okupansi kemungkinan bakal lebih anjlok. Hal ini terkait kabar dari Satuan Tugas Penanganan Covid-19 yang mengungkapkan rencana pemerintah merevisi aturan terkait PPKM Darurat alias PSBB Jilid II. 

Wakil Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bidang Restoran Emil Arifin menerangkan dampaknya pada penjualan sehingga berimbas  terhadap karyawan, namun juga vendor atau pihak ketiga.

"Sekarang vendor harus bayar dulu, vendor nggak mau supply. Selama setahun kan banyak yang macet, vendor minta bayar dulu. Kebanyakan baru bayar 100% baru dikasih, utang baru boleh tapi utang dulu ya dibayar dulu," katanya kepada CNBC Indonesia, Selasa (29/6/21).

Selama ini, untuk menghasilkan produk masakan dan disajikan lagi kepada konsumen, pengusaha restoran mendapatkan bahan baku seperti sayuran, daging dan bahan baku lain dari pihak ketiga atau vendor.

Belajar dari pengalaman beberapa bulan lalu, dimana setelah bahan baku tersebut sudah disiapkan, ada aturan anyar yang melarang makan di tempat. Pengusaha restoran banyak yang akhirnya membuang bahan baku tersebut karena busuk setelah lama didiamkan. Kondisi itu makin membuat berdarah-darah.

"Dari PHRI restoran begitu ada ledakan kasus di Kudus, saya sudah umumkan ke teman-teman restoran hati-hati mau ada lockdown, jangan beli banyak-banyak stok harusnya, stoknya jangan kaya dulu, dulu tinggi, tiba-tiba ditutup kan, mau diapain. Daging, ayam kan di freezer, listriknya mahal, biaya nggak karuan, dijual susah," ungkapnya.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article PPKM Mikro, Mal Boleh Buka Sampai Jam 9 Malam, WFO 50%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular