
Maaf.. Bukan Ekonomi yang Meroket, Tapi Malah Kasus Covid-19

Jakarta, CNBC Indonesia - Berbagai langkah kebijakan telah ditempuh pemerintah untuk mengeluarkan Indonesia dari jurang resesi. Mulai dari bantuan sosial tunai dan sembako bagi masyarakat miskin hingga insentif bagi pelaku usaha.
Terbaru, kebijakan yang diberikan pemerintah adalah insentif perpajakan bagi sektor otomotif dan properti. Insentif sektor otomotif diberikan untuk pembelian mobil baru dengan diskon PPnBM 100% dan properti untuk pembelian rumah tapak baru diskon PPN 10%.
Insentif di bidang perpajakan seperti PPh pasal 21, PPh 22 impor hingga PPh pasal 25 bahkan diperpanjang pemerintah hingga akhir tahun ini. Sebelumnya hanya berlaku hingga akhir Juni 2021.
Sejalan dengan perbaikan ekonomi, percepatan vaksinasi juga dilakukan pemerintah untuk mendukung pemulihan negeri dari Covid-19. Berbagai langkah ini diharapkan bisa membawa perekonomian di kuartal II-2021 melaju hingga 8% year on year (yoy).
Namun, tampaknya perekonomian yang diramal bisa meroket di kuartal II ini harus pupus. Sebab, tidak didukung dari sisi kesehatan yakni penyelesaian pandemi Covid-19. Penyebaran kasus Covid-19 sejak awal bulan lalu terus mengalami lonjakan dan mencatatkan rekor terbaru setiap harinya.
Sektor kesehatan yang tak mendukung ini sangat mempengaruhi proyeksi pertumbuhan ekonomi di kuartal II. Sebab, pengetatan mobilitas kembali harus dilakukan pemerintah. Ini tentu akan menghambat proses pemulihan ekonomi yang sedang berjalan.
Hambatan ini juga diakui oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Dalam pemaparan kinerja APBN hingga akhir Mei, ia menyebutkan perekonomian untuk bisa tumbuh 8% tak akan tercapai.
"Bulan lalu proyeksi pada kuartal II adalah 7,1-8,3% dan seiring covid maka proyeksi lebih ke rentang batas bawah atau lebih rendah," ujarnya.
Ekonom CORE Piter Abdullah bahkan memproyeksi perekonomian Indonesia pada kuartal II hanya mampu tumbuh maksimal 4% (yoy). Namun dengan asumsi bahwa PPKM Mikro yang diperkatat pemerintah hanya berlangsung singkat.
"Kalau PPKM berlangsung singkat maka kuartal II masih di kisaran 3%-4%," kata dia.
Sejalan, Ekonom Bank Danamon Wisnu Wardana menjelaskan, untuk kuartal II masih diperkirakan akan tumbuh positif. Namun kuartal selanjutnya yakni III sangat ditentukan oleh kebijakan lanjutan yang akan diambil oleh pemerintah.
Menurutnya, jika pengetatan mobilitas dilakukan seperti tahun lalu maka akan berdampak ke perekonomian di kuartal III yang bisa kembali terkontraksi. Meski demikian, ia memberikan catatan bahwa kontraksinya mungkin tak sedalam tahun lalu.
"Apabila kuartal ketiga ini diperketat lebih dari tahun lalu, terdapat kemungkinan kontraksi. Namun, perlu diingat juga bahwa kondisi masyarakat dan usaha sudah berbeda, sehingga dapat lebih berdaya tahan," tuturnya.