Corona Meledak! RI Perlu Lockdown Kayak Malaysia, Pak Jokowi?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
11 June 2021 11:47
Mural Covid-19 di Tengah PPKM Mikro (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Mural Covid-19 di Tengah PPKM Mikro (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah sempat mereda, pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) kembali mengganas di Indonesia. Ini harus disikapi dengan hati-hati karena kalau sampai aktivitas dan mobilitas masyarakat harus 'mengalah', maka ekonomi akan kembali mengalami tekanan yang luar biasa.

Kementerian Kesehatan melaporkan, jumlah pasien positif corona per 10 Juni 2021 adalah 1.885.942 orang. Bertambah 8.892 orang dari hari sebelumnya, penambahan pasien harian terbanyak sejak 24 Februari 2021.

Ada kecenderungan kasus Corona di Tanah Air meningkat. Dalam dua pekan terakhir, rata-rata penambahan pasien positif adalah 6.317 orang per hari. Melonjak dibandingkan rerata dua minggu sebelumnya yaitu 4.703 orang setiap harinya.

Selain kasus positif, angka kasus aktif pun terus bertambah akhir-akhir ini. Kasus aktif menggambarkan pasien yang masih dalam perawatan, baik di fasilitas kesehatan maupun mandiri. Data ini mencerminkan seberapa berat beban yang ditanggung oleh sistem kesehatan di suatu negara.

Per 10 Juni 2021, jumlah kasus aktif corona di Indonesia adalah 104.655 orang, tertinggi sejak 18 April 2021. Selama 14 hari terakhir, rata-rata kasus aktif bertambah 446 orang. Lebih tinggi ketimbang rerata penambahan 14 hari sebelumnya yakni 253 orang.

Halaman Selanjutnya --> Lebaran #dirumahaja Tak Sepenuhnya Terlaksana

Lonjakan kasus corona di Ibu Pertiwi bertepatan dengan dua minggu usai Hari Raya Idul Fitri. Dua pekan atau 14 hari adalah periode maksimal inkubasi virus corona, menurut berbagai insititusi kesehatan termasuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Pemerintah memang telah melarang (atau bahasa halusnya, meniadakan) mudik lebaran tahun ini, sama seperti tahun lalu. Alasannya pun sama, untuk menekan risiko penyebaran virus corona antar-daerah. Penyekatan oleh aparat keamanan dilakukan di berbagai titik untuk mencegah calon pemudik menuju kampung halaman masing-masing.

Namun kerinduan rakyat telalu deras untuk dibendung. Walau sudah ada penyekatan, tetapi pasti masih ada yang lolos dan jumlahnya tidak sedikit.

Tidak hanya yang mudik, pemerintah juga tidak menganjurkan warga untuk menggelar aktivitas silaturahmi atawa halal bi halal. Namun lagi-lagi, halal bi halal yang sudah menjadi tradisi tidak bisa dihapus begitu saja.

Mengutip data Apple Mobility Index, terlihat bahwa pergerakan warga +62 dengan mengemudi pada saat Idul Fitri (13-14 Mei 2021) melonjak, bahkan lebih tinggi dibandingkan masa sebelum pandemi. Tren ini terus berlanjut setidaknya hingga 9 Juni 2021.

Data ini menggambarkan bahwa lebaran #dirumahaja ibarat es. Hanya mitos.

Kerinduan masyarakat memang terbayar dengan berlebaran di udik atau bersilaturahmi dengan keluarga dan handai taulan di dalam kota. Namun juga menyebabkan virus corona menyebar lebih luas. So, tidak heran kita menghadapi situasi seperti hari ini.

Halaman Selanjutnya --> Ekonomi RI Baru Mulai Bersemi

Berkaca dari negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura, lonjakan kasus positif corona ditangani dengan kembali mengetatkan pembatasan sosial. Bahkan Malaysia mengambil langkah drastis dengan memberlakukan karantina wilayah (lockdown) total berskala nasional. Dalam bahasa lokal disebut Perintah Kawalan Pergerakan atau Movement Control Order (MCO), yang berlaku hingga awal bulan depan.

Apabila kasus corona di Indonesia terus melonjak dan pemerintah terpaksa kembali mengetatkan pembatasan seperti di Malaysia, maka itu bisa dimaklumi. Meski berat, tetapi kalau lockdown memang bisa menyelamatkan nyawa rakyat, apa boleh buat...

Akan tetapi, harga yang harus dibayar jika (sekali lagi, jika) pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus menempuh lockdown akan amat sangat mahal sekali banget. Belajar dari pengalaman 2020, ekonomi 'mati suri' sehingga Indonesia mengalami resesi untuk kali pertama sejak krisis multi-dimensi 1997-1998.

Apalagi ekonomi Indonesia sedang bersemi setelah setahun berada di 'jurang' resesi. Dari berbagai data yang ada sampai saat ini, kemungkinan besar Indonesia akan 'lulus' dari ujian resesi pada kuartal ini.

Halaman Selanjutnya --> Konsumen dan Dunia Usaha Bergairah

Misalnya data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK). Pada Mei 2021, IKK berada di 104,4. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 101,5 sekaligus menjadi catatan tertinggi sejak Maret 2020. Artinya, secara umum keyakinan konsumen mulai mengarah ke pasa sebelum pandemi.

IKK menggunakan angka 100 sebagai titik mula. Jika di atas 100, maka artinya konsumen optimistis memandang perekonomian baik saat ini hingga enam bulan mendatang.

Kemudian penjualan ritel. Bank Indonesia (BI) melaporkan, penjualan ritel yang dicerminkan oleh Indeks Penjualan Riil (IPR) pada April 2021 berada di 220,4. Naik 17,3% dibandingkan bulan sebelumnya (month-month/mtm) dan 15,6% dari April 2020 (year-on-year/yoy).

Kali terakhir penjualan ritel mampu tumbuh positif secara tahunan adalah pada November 2019. Artinya, kontraksi sudah terjadi selama 16 bulan beruntun dan baru terputus bulan ini.

Pada Mei 2021, penjualan ritel diperkirakan mampu kembali tumbuh positif baik secara bulanan maupun tahunan. BI memperkirakan IPR Mei 2021 sebesar 223,9, naik 1,6% mtm dan 12,9% yoy.

Tidak hanya rumah tangga, dunia usaha pun bergairah. Ini terlihat dari data aktivitas manufaktur yang dicerminkan oleh Purchasing Managers' Index (PMI).

IHS Markit melaporkan PMI manufaktur Indonesia berada di 55,3 pada Mei 2021. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 54,6 sekaligus menjadi rekor tertinggi sepanjang pencatatan yang dimulai pada April 2011.

"Sektor manufaktur Indonesia kembali tumbuh dan mencatatkan rekor baru. Perusahaan memberi sinyal peningkatan permintaan dan produksi sehingga mulai menambah tenaga kerja. Ini adalah perkembangan yang menggembirakan.

"Oleh karena itu, menjadi sangat penting untuk mempertahankan pandemi tetap terkendali, terutama melihat apa yang terjadi di beberapa negara Asia. Dengan begitu, pemulihan ekonomi tidak akan terganggu," papar Jingyi Pan, Economics Associate Director IHS Markit, seperti dikutip dari keterangan tertulis.

Ya, kunci dari pemulihan ekonomi adalah pengendalian pandemi. Kalau pandemi tidak terkendali, apalagi kalau pada akhirnya aktivitas masyarakat terpaksa dibatasi, maka ekonomi pasti kembali ke 'jurang' resesi.

Amit-amit jabang bayi...

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular