Mohon Doanya! RI Segera Lulus Resesi, Tak Perlu Ujian Susulan

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
02 June 2021 12:54
Mini Market Penjual Produk UMKM di M Blok Market
Ilustrasi Pasar Swalayan (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Hari ini, kabar baik berdatangan buat Indonesia. Dua data ekonomi terbaru seakan memberi konfirmasi bahwa kebangkitan Ibu Pertiwi bukan ngadi-ngadi.

Data pertama adalah aktivitas manufaktur yang diukur dengan Purchasing Managers' Index (PMI). IHS Markit melaporkan PMI manufaktur Indonesia berada di 55,3. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 54,6 sekaligus kembali menjadi rekor tertinggi sepanjang pencatatan yang dimulai pada April 2011.

"Dua komponen utama penyumbang kenaikan PMI adalah produksi (output) dan pemesanan baru (new orders). Perusahaan membukukan peningkatan permintaan yang signifikan, didukung oleh permintaan eksternal yang tumbuh dua bula beruntun. Untuk memenuhi permintaan, dunia usaha meningkatkan pembelian bahan baku/penolong," sebut keterangan tertulis IHS Markit.

Ada kabar baik lain yaitu lapangan kerja mulai semakin tercipta. Dunia usaha akhirnya melakukan ekspansi tenaga kerja untuk kali pertama dalam 15 bulan terakhir untuk memenuhi peningkatan produksi.

Secara umum, dunia usaha tetap optimistis terhadap prospek perekonomian ke depan. Hampir tiga perempat responden memperkirakan produksi akan tetap meningkat dalam 12 bulan ke depan seiring perbaikan ekonomi dan penanganan pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) yang memadai.

Sektor manufaktur adalah kunci di perekonomian Tanah Air. Sektor ini menjadi penyumbang terbesar Produk Domestik Bruto (PDB) dari sisi lapangan usaha. Oleh karena itu, sepertinya prospek ekonomi Indonesia bakal cerah secerah sektor manufaktur.

"Sektor manufaktur Indonesia kembali tumbuh dan mencatatkan rekor baru. Perusahaan memberi sinyal peningkatan permintaan dan produksi sehingga mulai menambah tenaga kerja. Ini adalah perkembangan yang menggembirakan.

"Oleh karena itu, menjadi sangat penting untuk mempertahankan pandemi tetap terkendali, terutama melihat apa yang terjadi di beberapa negara Asia. Dengan begitu, pemulihan ekonomi tidak akan terganggu," papar Jingyi Pan, Economics Associate Director IHS Markit, seperti dikutip dari keterangan tertulis.

Halaman Selanjutnya --> Daya Beli Sudah Kembali?

Kedua adalah data inflasi. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan laju inflasi domestik pada Mei 2021 adalah 0,32% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Sementara dibandingkan Mei 2020 (year-on-year/yoy), terjadi inflasi 1,68%. Baik secara bulanan maupun tahunan, inflasi menyentuh titik tertinggi selama 2021.

Setianto, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, menyebut bahwa tekanan kenaikan harga akibat Ramadan dan Idul Fitri begitu terasa di data inflasi Mei. Terlihat bahwa kelompok pengeluaran yang khas puasa-lebaran menjadi pendorong inflasi yang palig dominan.

Misalnya, kelompok makanan, minuman, dan tembakau yang mencatatkan inflasi 3,05% yoy. Beberapa harga komoditas yang mengalami kenaikan adalah daging ayam ras, daging sapi, ikan segar, minyak goreng, dan jeruk.

Kemudian ada kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya dengan inflasi 3,08%. Di kelompok ini, kenaikan harga emas menjadi salah satu penyebab utama inflasi.

"Kenaikan inflasi Mei akibat adanya puasa maupun Hari Raya terasa sekali meningkatkan harga-harga," kata Setianto dalam jumpa pers hari ini. 

Namun sepertinya percepatan laju inflasi buka hanya karena faktor musiman puasa-lebaran. Ada indikasi bahwa daya beli rakyat mulai pulih sehingga dunia usaha berani menaikkan harga barang dan jasa.

Sinyal perbaikan daya beli tergambar di inflasi inti. Inflasi inti adalah kelompok barang dan jasa yang harganya persisten, tidak mudah naik-turun. Kalau harga yang 'bandel' saja bisa naik, maka artinya pengusaha berani menaikkan harga karena yakin bakal dibeli. 

Pada Mei 2021, inflasi inti tercatat 0,24%% mtm dan 1,37% yoy. Lagi-lagi, menjadi yang tertinggi sepanjang 2021.

 

 

Kalau industri manufaktur adalah penyumbang utama PDB dari sisi lapangan usaha, maka konsumsi rumah tangga adalah kontributor terbesar dari sisi pengeluaran. Data inflasi inti menggambarkan daya beli rakyat sudah membaik, yang pada akhirnya akan tercermin dalam pertumbuhan konsumsi rumah tangga.

Dalam dua bulan pertama kuartal II-2021, rasanya ekonomi Indonesia bergerak ke arah yang benar. Kemungkinan besar atau hampir pasti PDB Indonesia pada kuartal II-2021 akan tumbuh positif, tidak lagi terkontraksi. So, Indonesia akan 'lulus' dari resesi dan tidak perlu ujian susulan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular