Internasional

Ini 'Bom Waktu' yang Disebut Deutsche Bank Bakal Picu Krisis

Tirta, CNBC Indonesia
08 June 2021 13:20
Pictures of the Week in Europe and Africa–Photo Gallery
Foto: AP/Vadim Ghirda

Inflasi layaknya suhu tubuh. Ketika terlalu tinggi berbahaya, terlampau rendah pun membahayakan. Inflasi moderat yang mendukung stabilitas dan pertumbuhan ekonomi menjadi sasaran bank sentral di seluruh dunia. 

Persoalan sekarang terletak pada dua hal. Pertama adalah seberapa tinggi inflasi akan terjadi. Kedua adalah apakah hanya bersifat temporer atau persisten. Apabila inflasi naik tinggi tetapi bersifat temporer maka bisa dibilang masih aman-aman saja karena justru akan mengkompensasi rendahnya inflasi pada periode sebelumnya.

 

Namun jika inflasi yang tinggi dan bertahan dalam periode yang lama inilah yang akan membahayakan. Tak sedikit yang khawatir bahwa ekonomi AS akan kembali mengalami periode stagflasi (pertumbuhan rendah bahkan resesi, pengangguran dan inflasi tinggi). 

Inflasi yang tinggi dan bertahan lama akan memiliki dampak negatif pada para pelaku ekonomi baik pemerintah, pelaku usaha maupun masyarakat luas. Bagi masyarakat tingkat inflasi yang tinggi akan menggerus daya beli. 

Melemahnya daya beli masyarakat akan berdampak pada kinerja keuangan korporasi lewat penurunan volume penjualan. Di sisi lain inflasi yang mencerminkan kenaikan harga barang dan jasa juga membuat biaya input untuk aktivitas operasional serta ekspansi meningkat. Inflasi yang tinggi akan cenderung menggerus laba perusahaan. 

Laba yang anjlok akan membuat dividen yang disetorkan menjadi rendah. Valuasi perusahaan bakal turun. Harga sahamnya bakal terkoreksi. Inflasi yang tinggi saat ini benar-benar menjadi ancaman bagi pasar modal karena valuasi harga aset ekuitas terutama di negara maju sudah terlampau kemahalan. 

Inflasi yang tinggi juga menjadi downside risk bagi pemerintah. Kenaikan harga baik komoditas, barang setengah jadi maupun barang jadi akan turut membebani anggaran lewat dua jalur. Pertama adalah peningkatan ongkos belanja dan juga peningkatan ongkos untuk kebutuhan pembiayaan. 

Secara keseluruhan inflasi yang tinggi adalah penyakit bagi perekonomian. Saat ini AS masih menjadi sorotan utama soal inflasi meskipun fenomena ini juga terjadi di berbagai negara lain. 

Tingginya inflasi di AS akan berdampak bagi negara lain termasuk Indonesia. Ketika inflasi yang tinggi terjadi di AS dan daya beli masyarakatnya tergerus, maka permintaan terhadap barang dan jasa bisa menurun. Hal ini berarti kebutuhan impor ikut menurun.

Kinerja ekspor Indonesia bisa terpengaruh dan ujung-ujungnya output perekonomian Indonesia bisa ikut terdampak karena hubungan AS dan Indonesia tergolong dekat. 

Bagaimanapun juga dunia masih diliputi oleh risiko ketidakpastian yang menjadi downside risk paling jelas bagi para pelaku ekonomi siapapun itu. Ini seperti sebuah paradoks, bahwa yang pasti adalah ketidakpastian itu sendiri. 

(twg/sef)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular