
Myanmar Perang Saudara, Tentara Etnis Turun "Gempur" Junta

Jakarta, CNBC Indonesia - Milisi etnis diĀ Myanmar "turun gunung" guna melawan kekerasan junta militer. Tiga kelompok bersenjata yakni Arakan Army (AA), Tentara Aliansi Demokratik Nasional Myanmar (MNDAA) dan Tentara Pembebasan Nasional Ta'ang (TNLA) mengumumkan bersatu melawan Tatmadaw.
Dikutip dari media lokal, The Irrawaddy, ketiganya mengutuk tindakan mematikan aparat ke pengunjuk rasa anti kudeta. Per Selasa, korban tewas akibat peluru tajam militer dan polisi mencapai lebih dari 500 orang.
"Mereka memperlakukan warga sipil dengan sangat kejam," kata Juru Bicara AA Khaing Thukha, dikutip Rabu (31/3/2021).
"Warga sipil yang tidak bersalah ditembak secara brutal dan dibunuh oleh militer setiap hari. Penangkapan dan penjarahan sewenang-wenang terhadap properti orang-orang sedang meningkat. Kami mengutuk keras tindakan tidak manusiawi dari tentara dan polisi Burma."
Milisi AA adalah kelompok bersenjata di Negara Bagian Rakhine di barat negara itu. AA selama ini memang bersitegang dengan militer sejak November 2018 terkait pembantaian etnis Rohingya.
Konflik tersebut menyebabkan ratusan korban sipil tewas dan lebih dari 200.000 penduduk mengungsi. Namun tahun lalu, pemerintah Myanmar telah mencabut cap pemberontak karena perjanjian damai dengan pemerintah.
TNLA pun juga angkat bicara mengenai persoalan ini.Kelompok ini mengecam keras kekerasan ke warga.
"Kami mengutuk tindakan keras tersebut. Kami juga berduka bersama dengan keluarga para pengunjuk rasa yang tewas," kata Juru Bicara Mai Aik Kyaw.
Sementara itu di luar tiga sekutu itu, milisi etnis lain yakni Tentara Kemerdekaan Kachin (KIA) telah melancarkan serangan terhadap junta. Mereka menggempur militer dan polisi di Negara Bagian Kachin dan Negara Bagian Shan utara.
Ini dilakukan sejak 11 Maret. Tindakan itu setelah dua warga sipil ditembak mati dalam tindakan keras oleh pasukan keamanan terhadap pengunjuk rasa anti-rezim di ibu kota Negara Bagian Kachin, Myitkyina, pada 8 Maret.
Menurut Asosiasi Bantuan Tahanan Politik (AAPP), sudah 520 warga sipil tewas selama demo anti militer terjadi dua bulan ini. Junta telah menahan total 2.574 orang, politisi, aktivis, dan pendukung pro-demokrasi lainnya.
Myanmar telah berada dalam kekacauan sejak militer menahan Aung San Suu Kyi pada 1 Februari lalu. Hal ini memicu demonstrasi besar-besaran yang menuntut Suu Kyi dan politisi sipil bebas.
Sementara itu, dalam siaran televisi yang dikelola pemerintah, junta mengatakan hanya mengambil tindakan keras karena tindakan terorisme massa. Berulang kali junta melalui media itu menegaskan warga bisa meregang nyawa bila nekad berunjuk rasa.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Gawat! Negara Tetangga RI Ini Terancam Perang Saudara
