Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) serius untuk memberikan keringanan pajak buat pembelian mobil berkapasitas mesin hingga 2.500 cc. Kira-kira bagaimana dampak kebijakan ini?
Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, mengungkapkan bahwa pemerintah terus menggodok aturan pembebasan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) mobil 2.500 cc. Kemungkinan aturan akan segera keluar dan mulai berlaku bulan depan.
"Kita lagi proses PMK (Peraturan Menteri Keuangan) dan mulai berlaku April. Nanti kalau sudah selesai kita umumkan," ungkap Sri Mulyani, kemarin.
Sebelumnya, pemerintah telah memberikan insentif serupa untuk pembelian mobil dengan kapasitas mesin sampai 1.200 cc. Syaratnya, mobil tersebut harus mengandung minimal 70% komponen buatan dalam negeri.
Kini pemerintah akan memperluas insentif itu dengan memasukkan 'mobil gede'. Apakah kebijakan ini akan efektif mendongrak penjualan dan industri otomotif?
Mengutip data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan mobil jenis sedan dengan kapasitas mesin 1.500-3.000 cc pada Februari 2021 adalah 439 unit. Naik di bulan sebelumnya yaitu 335 unit.
Sementara untuk jenis 4x2, penjualan mobil berkapasitas mesin 1.501-2.500 cc bulan lalu adalah 6.780 unit, naik dari 5.896 unit pada Januari 2021. Kemudian untuk jenis 4x4, penjualan mobil berkapasitas mesin 1.500-3.000 cc pada Februari 2021 adalah 329 unit, naik dari Januari 2021 yang sebanyak 171 unit.
Jadi sejatinya tanpa insentif PPnBM pun penjualan 'mobil gede' ini sudah bisa naik. Diharapkan dengan pembebasan PPnBM, yang membuat harga turun puluhan bahkan seratusan juta rupiah, penjualan lebih terdongkrak.
Halaman Selanjutnya --> Orang Kaya Masih Tahan Belanja
Insentif free PPnBM untuk mobil 2.500 cc rasanya memang ditujukan bagi masyarakat kalangan masyarakat atas, bukan lagi menengah. Maklum, harga mobil 2.500 cc agak sulit terjangkau bahkan untuk kelas menengah ngehe.
Berdasarkan data simpanan nasabah di perbankan yang dirilis Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), total simpanan nasabah dengan nominal di bawah Rp 100 juta pada Desember 2020 bernilai Rp 954,26 triliun. Naik 8,06% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). Nominal simpanan di tier lainnya juga meningkat, tetapi masih dalam kisaran satu digit.
Namun yang tertinggi adalah peningkatan simpanan kelompok masyarakat atas, yang punya tabungan di atas Rp 5 miliar. Pada Desember 2020, total nilai simpanan berisi Rp 5 miliar ke atas adalah 3.206,55 triliun. Naik 14,19% YoY.
Artinya, orang-orang kaya memilih menaruh uangnya di bank ketimbang melakukan konsumsi. Padahal 'jajan' mereka sangat dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Begitu orang-orang tajir ini 'keluar kandang' dan membelanjakan uangnya, maka roda ekonomi akan berputar lebih cepat sehingga Indonesia bisa segera lepas dari jerat resesi.
Mengutip data Bank Indonesia (BI), orang kaya memang masih cenderung menahan konsumsi. Pada Februari 2021, porsi pendapatan yang dipakai untuk konsumsi (prospensity to consume) kelompok masyarakat dengan pengeluaran di atas Rp 5 juta/bulan adalah 67,65%. Terendah dibandingkan kelompok pengeluaran lainnya.
Agar horang-horang kaya itu mau meningkatkan konsumsi, tentu tidak bisa (dan tidak boleh) diberikan Bantuan Langsung Tunai alias BLT. Uang mereka sudah banyak, jadi harus dipancing supaya uang itu keluar dari sarangnya.
Caranya adalah dengan membuat harga barang mewah menjadi lebih murah. Contohnya yaitu tadi, mobil 2.500 cc. Kalau harganya bisa turun sampai puluhan juta perak, maka mungkin orang kaya mau menyisihkan uangnya untuk 'berderma' membantu pertumbuhan ekonomi.
Halaman Selanjutnya --> Sektor Riil dan Keuangan Merasakan Dampaknya
Industri otomotif adalah salah satu penyumbang terbesar di sektor industri manufaktur alias pengolahan selain makanan-minuman, tekstil, petrokimia, dan elektronika. Otomotif adalah industri yang memiliki keterkaitan erat dengan berbagai sektor lainnya seperti baja, karet, kulit, sampai keuangan karena kredit masih menjadi pilihan untuk membeli kendaraan bermotor. Jadi, peningkatan penjualan mobil akan mendongrak berbagai sektor ekonomi lainnya.
Ketika permintaan mobil meningkat dan berbagai sektor bergerak, lapangan kerja baru akan tercipta. Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Perekonomian, menyebut sektor otomotif membuka jutaan lapangan kerja baik langsung maupun tidak langsung.
"Sektor otomotif memiliki 1,5 juta tenaga kerja langsung dan 4,5 juta tidak langsung. Ini memiliki 7.451 pabrik dan Rp 700 triliun sumbangan kepada PDB (Produk Domestik Bruto)," kata Airlangga belum lama ini.
Tidak cuma di sektor riil, kebijakan ini juga bakal terasa hingga ke sektor keuangan. Jika pembebasan PPnBM berhasil mengerek penjualan, maka saham emiten otomotif layak mendapat apresiasi sehingga prospek harganya menjanjikan.
Contoh, Verdhana dalam risetnya memperkirakan harga saham PT Astra International Tbk (ASII) bisa melonjak. Target harga untuk saham ASII bisa mencapai Rp 8.100.
Pada Rabu (24/3/2021) pukul 11:09 WIB, harga saham ASII adalah Rp 6.500. Kalau benar harga bisa menyentuh Rp 8.100, maka artinya ada potensi kenaikan 24,61%. Harga Rp 8.100 juga akan menjadi rekor tertinggi sejak Februari 2019.
"Astra akan menjadi pemenang sejati karena menguasai 100% segmen mobil 1.500-2.500 cc. Hanya Toyota Innova dan Fortuner yang memiliki TKDN (Tingkat Kandungan Dalam Negeri) lebih dari 70%. Di insentif sebelumnya untuk mobil 1.500 cc, Astra menguasai dua pertiga pasar," sebut riset Verdhana.
Dengan PPnBM 0%, Verdhana memperkirakan harga Fortuner bisa turun sekitar Rp 100 juta. Ini setara dengan 2-3 tahun tanpa depresiasi.
TIM RISET CNBC INDONESIA