Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah sepertinya serius mempertimbangkan pemberian insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk mobil berkapasitas mesin 2.500 cc. Bagaimana nasib kebijakan ini, apakah lebih banyak mendatangkan manfaat atau mudarat?
Sebelumnya, pemerintah sudah memberikan insentif bebas PPnBM buat pembelian mobil berkapasitas mesin hingga 1.500 cc berpenggerak 4x2. Syaratnya, harus mengandung Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimal 70%
"Kami sedang melakukan penyempurnaan, yang di atas 1.500 cc mungkin bisa sampai 2.500 cc. Ini yang nanti bisa meng-address isu mengenai beberapa permintaan terhadap mobil di atas 1.500 cc di dalam relaksasi PPnBM yang diberikan," ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR, awal pekan ini.
Mengutip data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan mobil jenis sedang dengan kapasitas mesin 1.500-3.000 cc pada Februari 2021 adalah 439 unit. Naik di bulan sebelumnya yaitu 335 unit.
Sementara untuk jenis 4x2, penjualan mobil berkapasitas mesin 1.501-2.500 cc bulan lalu adalah 6.780 unit, naik dari 5.896 unit pada Januari 2021. Kemudian untuk jenis 4x4, penjualan mobil berkapasitas mesin 1.500-3.000 cc pada Februari 2021 adalah 329 unit, naik dari Januari 2021 yang sebanyak 171 unit.
Jadi sejatinya tanpa insentif PPnBM pun penjualan mobil gede ini sudah bisa naik. Diharapkan dengan pembebasan PPnBM, yang membuat harga turun sampai puluhan juta rupiah, penjualan lebih terdongkrak.
Halaman Selanjutnya --> Orang Kaya Masih Tahan Belanja
Insentif free PPnBM untuk mobil 2.500 cc rasanya memang ditujukan bagi masyarakat kalangan masyarakat atas, bukan lagi menengah. Maklum, harga mobil 2.500 cc agak sulit terjangkau bahkan untuk kelas menengah ngehe.
Berdasarkan data simpanan nasabah di perbankan yang dirilis Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), total simpanan nasabah dengan nominal di bawah Rp 100 juta pada Desember 2020 bernilai Rp 954,26 triliun. Naik 8,06% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). Nominal simpanan di tier lainnya juga meningkat, tetapi masih dalam kisaran satu digit.
Namun yang tertinggi adalah peningkatan simpanan kelompok masyarakat atas, yang punya tabungan di atas Rp 5 miliar. Pada Desember 2020, total nilai simpanan berisi Rp 5 miliar ke atas adalah 3.206,55 triliun. Naik 14,19% YoY.
Artinya, orang-orang kaya memilih menaruh uangnya di bank ketimbang melakukan konsumsi. Padahal 'jajan' mereka sangat dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Begitu orang-orang tajir ini 'keluar kandang' dan membelanjakan uangnya, maka roda ekonomi akan berputar lebih cepat sehingga Indonesia bisa segera lepas dari jerat resesi.
Agar horang-horang kaya itu mau meningkatkan konsumsi, tentu tidak bisa (dan tidak boleh) diberikan Bantuan Langsung Tunai alias BLT. Uang mereka sudah banyak, jadi harus dipancing supaya uang itu keluar dari sarangnya.
Caranya adalah dengan membuat harga barang mewah menjadi lebih murah. Contohnya yaitu tadi, mobil 2.500 cc. Kalau harganya bisa turun sampai puluhan juta perak, maka mungkin orang kaya mau menyisihkan uangnya untuk 'berderma' membantu pertumbuhan ekonomi.
Halaman Selanjutnya --> Industri Otomotif adalah Kunci
Industri otomotif adalah salah satu penyumbang terbesar di sektor industri manufaktur alias pengolahan selain makanan-minuman, tekstil, petrokimia, dan elektronika. Otomotif adalah industri yang memiliki keterkaitan erat dengan berbagai sektor lainnya seperti baja, karet, kulit, sampai keuangan karena kredit masih menjadi pilihan untuk membeli kendaraan bermotor. Jadi, peningkatan penjualan mobil akan mendongrak berbagai sektor ekonomi lainnya.
Ketika permintaan mobil meningkat dan berbagai sektor bergerak, lapangan kerja baru akan tercipta. Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Perekonomian, menyebut sektor otomotif membuka jutaan lapangan kerja baik langsung maupun tidak langsung.
"Sektor otomotif memiliki 1,5 juta tenaga kerja langsung dan 4,5 juta tidak langsung. Ini memiliki 7.451 pabrik dan Rp 700 triliun sumbangan kepada PDB (Produk Domestik Bruto)," kata Airlangga belum lama ini.
Dampak dari kebijakan ini tentu ada, salah satunya adalah risiko berkurangnya penerimaan negara. Setoran pajak dari PPnBM yang semestinya masuk ke kas negara jadi nihil, sehingga menambah berat beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Akan tetapi, sepertinya potential loss penerimaan negara tidak terlalu besar. Untuk pembebasan PPnBM mobil 1.500 cc, estimasinya adalah Rp 2,9 triliun. Hanya butiran debu dibandingkan total penerimaan negara yang tahun ini ditargetkan Rp 1.743,6 triliun.
So, kalau mau ditimang-timang, sepertinya manfaat pembebasan PPbNM buat mobil 2.500 cc masih lebih besar ketimbang mudaratnya. Sebuah kebijakan yang layak dicoba untuk mendongrak perekonomian nasional dan kesejahteraan rakyat.
TIM RISET CNBC INDONESIA