Penjualan Ritel RI Minus 15 Bulan Beruntun, Mau Sampai Kapan?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
09 March 2021 12:50
Suasana Borobudur Departmen Store, Ciledug Raya, Tangerang Selatan yang Sepi Pengunjung (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Ilustrasi Departmen Store (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Penjualan ritel Indonesia masih lemah, pertumbuhan negatif terus terjadi. Kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) ditengarai menjadi penyebab rendahnya permintaan yang membuat penjualan ritel lesu.

Bank Indonesia (BI) melaporkan, penjualan ritel yang dicerminkan oleh Indeks Penjualan Riil (IPR) pada Januari 2021 berada di 182. Turun 4,3% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/MtM).

Namun perubahan bulanan banyak dipengaruhi oleh faktor musiman. Misalnya, penjualan ritel Januari tentu tidak sebaik Desember yang diwarnai momentum Hari Natal dan Tahun Baru.

Oleh karena itu, yang lebih mencerminkan situasi sebenarnya tanpa intervensi faktor musiman adalah perubahan tahunan (year-on-year/YoY). Di sini penjualan ritel masih ambles belasan persen.

Pada Januari 2021, penjualan ritel tumbuh -16,4% YoY. Membaik dibandingkan bulan sebelumnya yang -19,2% YoY, tetapi masih lumayan dalam.

"Responden menyampaikan hal tersebut disebabkan oleh menurunnya permintaan masyarakat pasca HBKN (Hari Besar Keagamaan Nasional) dan libur akhir tahun di tengah penerapan Pembatasan Pemberlakuan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Jawa dan Bali, serta faktor musim/cuaca dan bencana alam yang terjadi di beberapa daerah," sebut keterangan tertulis BI yang dirilis Selasa (9/3/2021).

Situasi diperkirakan masih suram pada Februari 2021, di mana penjualan ritel diperkirakan tumbuh -0,7% MtM dan -16,5% YoY. "Penjualan eceran sejumlah komoditas seperti Sandang, Barang Budaya dan Rekreasi, Suku Cadang dan Aksesori, serta Peralatan Informasi dan Komunikasi terindikasi membaik, meski masih kontraksi," lanjut keterangan BI.

Jika penjualan ritel Februari 2021 minus lagi, maka Indonesia belum bisa memutus rantai kontraksi yang terjadi sejak Desember 2019. Artinya, penjualan ritel terus tumbuh negatif selama 15 bulan beruntun.

Halaman Selanjutnya --> Rekreasi dan Budaya Paling Merana

Kalau dilihat sedikit lebih dalam, adalah barang budaya dan rekresasi yang membuat penjualan ritel begini rupa. Pada Januari 2021, penjualan kelompok ini tumbuh -54% YoY dan pada Februari 2021 diperkirakan -49,4% YoY.

Sektor budaya dan rekreasi sangat mengandalkan kedekatan dan keramahtamahan (hospitality). Hal yang menjual dari sektor adalah kontak antar-manusia yang dekat, erat, dan akrab.

Ini yang jadi masalah. Sejak tahun lalu, pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) belumm berenti meneror dunia, termasuk Indonesia. Saat pandemi, manusia dicabut dari akarnya sebagai makhluk sosial. Kontak dan interaksi antar-manusia sangat dibatasi, walaupun bisa harus dalam jarak aman (1-5-2 meter).

Kementerian Kesehatan mencatat, jumlah pasien positif corona di Tanah Air per 8 Maret 2021 adalah 1.385.556 orang. Bertambah 6.894 orang (0,5%) dibandingkan sehari sebelumya.

Oleh karena itu, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih memberlakukan kebijakan pembatasan sosial alias social distancing yang diberi nama PPKM. Kebijakan ini sudah berlaku sejak 11 Januari 2021 hingga setidaknya 22 Maret 2021.

PPKM menyarankan agar pekerja yang datang ke kantor dibatas maksimal 50%, sisanya berkerja di rumah (Work from Home/WfH). Restoran boleh menerima pengunjung yang makan-minum di tempat, tetapi dibatasi maksimal 50% dari kapasitas. Pusat perbelanjaan alias mal juga boleh beroperasi, tetapi harus tutup pukul 20:00.

Walau ada pembatasan, lokasi-lokasi itu sudah boleh buka. Apesnya, lokasi wisata (terutama yang dikelola pemerintah) belum bisa beroperasi. Kegiatan sosial-budaya yang menyebabkan kerumunan juga belum diizinkan.

Ini yang membuat penjualan sektor budaya dan rekreasi anjlok. Apa boleh buat, nyawa manusia memang yang paling utama. Pelesiran, senang-senang, hura-hura, nanti saja setelah pandemi selesai.

Halaman Selanjutnya --> Vaksinasi Jadi Kunci

So, itulah kuncinya. Pandemi harus segera dituntaskan agar manusia bisa akrab dan guyub seperti dulu, tidak ada lagi jarak di antara kita. Dengan begitu, sektor budaya dan rekreasi bisa dipulihkan.

Bagaimana cara mengakhiri pandemi? Pemerintah harus menggenjot 3 T (testing, tracing, treatment) dan masyarakat harus menegakkan 3 M (memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan). Namun kuncinya adalah masyarakat harus membangun kekebalan melawan virus yang awalnya mewabah di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China itu.

Untuk membangun kekebalan tubuh, vaksin menjadi solusinya. Indonesia sudah memulai proses vaksinasi pada 13 Januari 2021 dengan vaksin CoronaVac buatan perusahaan farmasi asal China, Sinovac.

Our World in Data mencatat, jumlah vaksin yang sudah disuntikkan ke lengan rakyat Indonesia per 7 Maret 2021 adalah 4.022.544 dosis. Rata-rata tujuh harian vaksinasi ada di 190.340 dosis per hari.


Agar rantai penularan bisa diputus dan pandemi diakhiri, sebagian besar populasi harus sudah divaksin dan memiliki kekebalan terhadap virus. Ini yang disebut dengan kekebalan kolektif (herd immunity). Ketika ini terjadi, masyarakat bisa lebih tenang beraktivitas di lluar rumah dan berinteraksi dengan orang lain. Sektor budaya dan rekreasi, yang mengandalkan interaksi erat dan akrab, diharapkan bisa bangkit.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular