
Myanmar 'Shut Down', Ekonomi Negeri Burma Terancam Mati Total

Jakarta, CNBC Indonesia - Serikat pekerja di Myanmar menyerukan pemogokan massal mulai Senin (8/2/2021). Ini dilakukan dalam upaya untuk mendukung gerakan anti-kudeta dan menekan junta militer.
Aliansi sembilan serikat pekerja di Myanmar mengeluarkan pernyataan yang menyerukan "penutupan penuh ekonomi (economic shut down). Mereka termasuk pekerja dari sektor kontruksi, pertanian dan manufaktur.
"Melanjutkan kegiatan ekonomi dan bisnis seperti biasa ... hanya akan menguntungkan militer karena mereka menekan energi rakyat Myanmar," kata mereka dalam pernyataan bersama ditulis Reuters.
"Sekaranglah waktu untuk mengambil tindakan untuk mempertahankan demokrasi kita."
Sementara itu, kelompok perempuan menyerukan gerakan sarung (Htamaiin) untuk memobilisasi pergerakan perempuan di negeri itu mengecam junta. Selain buruh, gerakan mogong juga diinisiasi kaum perempuan.
"Orang-orang kami tidak bersenjata tetapi bijaksana. Mereka mencoba memerintah dengan ketakutan, tapi kami akan melawan ketakutan itu, "kata seorang aktivis perempuan Nay Chi.
Protes telah terjadi sebulan pasca Aung San Suu Kyi digulingkan 1 Februari 2021. Setidaknya 50 orang lebih telah tewas dalam unjuk rasa yang disertai dengan kekerasan dan tindakan agresif petugas.
Minggu (7/3/2021), sanksi menyebut suara tembakan dan granat kejut terdengar di Yangon, kota bisnis Myanmar. Senin ini pemerintah memobilisasi pihak ke amanan ke rumah sakit dan universitas dengan dalih menegakkan hukum.
Tentara mengatakan mereka menangani protes secara sah. Dalam sebuah pernyataan militer mengatakan telah menangkap 41 orang kemarin.
Pengumuman oleh militer yang dimuat di halaman depan surat kabar Global New Light of Myanmar yang dikelola negara. Pengumuman itu mengatakan seruan demo adalah ilegal dan merupakan "pengkhianatan tingkat tinggi".
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Maaf Junta Militer, Ekonomi Myanmar Makin 'Longsor'
