Di Indonesia, virus corona semakin 'menggila'. Kementerian Kesehatan mencatat jumlah pasien positif corona per 1 Februari 2020 adalah 1.089.308 orang. Bertambah 10.994 orang dibandingkan sehari sebelumnya.
Dalam 14 hari terakhir (19 Januari-1 Februari 2021), rata-rata pasien positif bertambah 12.307 orang setiap harinya. Melonjak tajam dibandingkan rerata 14 hari sebelumnya yakni 10.351 orang per hari.
Jumlah mereka yang meninggal gara-gara serangan virus yang awalnya menyebar di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China ini pun semakin bertambah. Per 1 Februari 2021, total pasien meninggal berjumlah 30.277 orang. Bertambah 279 orang dari hari sebelumnya.
Rata-rata tambahan korban jiwa akibat virus corona di Indonesia dalam 14 hari terakhir adalah 285 orang per hari. Lebih tinggi ketimbang rata-rata 14 hari sebelumnya yaitu 241 orang per hari. Sungguh sesuatu yang sangat menyayat hati...
Beban yang ditanggung sistem kesehatan pun semakin berat. Per 1 Februari 2021, jumlah kasus aktif mencapai 175.399, tertinggi sepanjang masa pandemi.
Sangat jarang kasus aktif mencatatkan penurunan. Artinya beban yang ditanggung oleh sistem kesehatan Tanah Air bukannya berkurang tetapi semakin bertambah.
'Senjata' utama untuk melawan virus corona adalah vaksin. Jika efektif, vaksin akan membentuk kekebalan tubuh dalam menghalau virus corona.
Indonesia sudah memulai program vaksinasi berbekal vaksin CoronaVac buatan perusahaan farmasi asal China, Sinovac. Hari ini, 10 juta dosis vaksin itu kembali tiba di Ibu Pertiwi.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencanangkan target vaksinasi 1 juta per hari agar Indonesia bisa segera mencapai kekebalan kolektif (herd immunity). Syarat herd immunity adalah 60-70% populasi sudah disuntik vaksin sehingga rantai penularan bisa diputus.
Berdasarkan Sensus Penduduk 2020 oleh Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah rakyat Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah 270,2 juta jiwa. Jadi 60-70% dari itu adalah 162,12-189,14 juta. Diambil titik tengahnya adalah 175,63 juta. Itulah jumlah manusia yang harus divaksin untuk menciptakan herd immunity.
Apabila ingin mencapai target herd immunity dalam setahun, maka setiap harinya jumlah vaksin yang hrus disuntikkan adalah 481.178 dosis. Vaksin Sinovac membutuhkan dua dosis untuk menciptakan kekebalan, sehingga totalnya menjadi 962.356 dosis per hari. Dibulatkan jadi sejuta saja, seperti target Kepala Negara.
Bagaimana kondisi sekarang? Apakah target itu sudah terpenuhi?
Sayangnya belum, bahkan jaraknya jauh sekali. Mengutip catatan Our World in Data, total dosis vaksin yang sudah diberikan di Indonesia per 31 Januari 2021 adalah 515.681. Dalam sehari, rata-rata dosis yang diberikan adalah 52.348, jauh di bawah target.
Lambatnya vaksinasi akan mempengaruhi kecepatan Indonesia untuk mencapai herd immunity. Selama herd immunity belum tercipta, selama rantai penularan belum terputus, maka aktivitas dan mobilitas masyarakat belum bisa normal seperti dulu lagi.
Pemerintah akan terus melakukan pengetatan, baik itu Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), apa pun namanya. Masyarakat pun akan ragu-ragu untuk beraktivitas di luar rumah kalau masih ada virus mematikan yang bergentayangan sehingga memilih sebisa mungkin #dirumahaja.
Mengutip data Covid-19 Community Mobility Report keluaran Google, rata-rata pengunjung di tempat rekreasi dan pusat perbelanjaan pada 1-29 Januari 2021 adalah 24,24% di bawah hari-hari biasa. Dalam periode yang sama, kehadiran orang di tempat kerja rata-rata 29,5% di bawah normal.
Kalau situasi masih terus seperti ini, maka perekonomian nasional akan terancam. Mirae Asset memperkirakan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada kuartal I-2021 akan tumbuh 2,15% dibandingkan periode yang sama pada 2020 (year-on-year/YoY). Melambat dibandingkan kuartal I-2020 yang tumbuh 2,97% YoY.
Sejauh ini, konsumsi rumah tangga (yang merupakan kontributor utama pembentukan PDB dari sisi pengeluaran) masih 'tiarap'. Daya beli rakyat masih lemah, yang tercermin dari laju inflasi inti. Pada Januari 2021, inflasi inti yang sebesar 1,56% YoY merupakan yang terendah sejak BPS melaporkan data ini pada 2004.
Inflasi inti adalah 'keranjang' yang berisi harga barang dan jasa yang susah naik-turun. Persisten, bandel. Jadi saat inflasi inti terus melambat, maka artinya harga barang dan jasa yang bandel saja sampai turun. Ini menandakan permintaan sangat lemah sehingga dunia usaha terpaksa menurunkan harga.
"Dari sisi suplai memang terlihat ada perbaikan, tetapi sepertinya itu belum nampak di sisi permintaan. Bahkan sepertinya daya beli semakin lama semakin tertekan. Tidak hanya terlihat di inflasi inti, tetapi juga penjualan ritel," tulis Anthony Kevin, Ekonom Mirae Asset, dalam risetnya.
Bank Indonesia (BI) melaporkan penjualan ritel pada November 2020 tumbuh -16,3% YoY. Pada Desember, penjualan ritel diperkirakan memburuk dengan pertumbuhan -20.7% YoY.
"Kemudian dengan masih tingginya kasus Covid-19 di Jakarta dan wilayah Jawa, pemerintah akan tetap memberlakukan pembatasan mobilitas. Ini akan mempengaruhi gerak roda ekonomi seperti menghambat pasokan bahan baku,"Â tambah Kevin.
Putera Satria Sambijantoro, Ekonom Bahana Sekuritas, menilai data inflasi terbaru menunjukkan Indonesia tengah menghadapi perlambatan ekonomi yang bersifat struktural. Dunia usaha mencoba bangkit dengan memupuk stok sembari menunggu permintaan untuk kembali pulih.
"Jika situasi ini terus terjadi, maka inflasi 2021 bisa berada di bawah perkiraan kami yang sebesar 3,5-4%. Permintaan masih akan lemah meski penyaluran kredit dan uang beredar naik," kata Satria dalam risetnya.
Oleh karena itu, sepertinya situasi kuartal I-2021 masih suram. Sepanjang virus corona masih bebas berkeliaran dan vaksinasi berjalan lambat, maka sulit berharap kondisi bakal membaik.
Hope for the best, prepare for the worst. Untuk saat ini, sepertinya kita lebih dekat dengan yang disebut belakangan.
TIM RISET CNBC INDONESIA