Blak-blakan Mendag Soal Krisis Kedelai di Negeri +62

Sandi Ferry, CNBC Indonesia
12 January 2021 10:55
Kedelai Impor
Foto: Pengerajin memilih kedelai untuk diolah menjadi tempe di kawasan Sunter, Jakarta Utara. (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Persoalan kedelai kian terasa setelah adanya lonjakan harga dan kelangkaan dalam beberapa waktu terakhir. Pengrajin tahu dan tempe sampai harus mogok produksi.

Menteri Perdagangan M. Lutfi mengakui bahwa penanganan komoditas tersebut bukanlah hal yang mudah.

"Karena kacang kedelai ini adalah barang penting bagi makanan dan bagi ketersediaan gizi bangsa Indonesia, tapi pada saat yang bersamaan lebih dari 90% kebutuhan kacang kedelai itu adalah barang impor," katanya dalam konferensi pers Outlook 2021 yang digelar virtual, Senin (11/1/2021).

Demi memenuhi kebutuhan tersebut, Indonesia memesan dari beberapa negara produsen, di antaranya Amerika Serikat, Argentina dan Brazil. Sayangnya, kondisi saat ini sedang mengalami kendala akibat cuaca yang tidak menentu.

"Yang pertama adalah gangguan cuaca El Nina di Latin Amerika yang menyebabkan basah di Brazil dan Argentina. Kedua, diperparah dengan Argentina yang mengalami pemogokan. Kalau kemarin itu mogoknya di sektor distribusi, sekarang ini mogoknya di pelabuhan. Jadi yang satu berhenti, yang satu mulai. Yang satu mulai, yang satu berhenti. Jadi, ini menjadi gangguan tersendiri dari Argentina, sedangkan di Argentina itu dibawa pakai kapal melewati sungai dan keluar di Brazil untuk pengapalan," jelas Lutfi.

Akibat tidak menentunya cuaca, ada ketidakseimbangan antara permintaan yang ada dengan penawaran yang datang. Ketika penawaran dari negara produsen menurun, permintaan dari negara lain justru meningkat tajam. Negara dengan permintaan peningkatan paling tajam adalah China.

"Tahun 2019-2020 yang lalu itu, China mengalami yang disebut dengan swine flu atau flu Babi. Flu Babi ini menyerang ternak bagi mereka di mana seluruh ternak babi yang ada di China ini dimusnahkan. Jadi, hari ini mereka memulai ternak babi itu lagi dengan jumlah sekitar 470 juta ekor yang tadinya feed-nya makanan yang tidak diatur, hari ini makanannya diatur," tuturnya.

Akibat aturan baru tersebut, permintaan China terhadap kedelai naik hampir dua kali lipat. Sebagian besar bukan untuk konsumsi masyarakat, namun hewan ternak babi.

"Jadi, dari 15 juta biasanya permintaan di China, naik menjadi 28 juta permintaan. Ini menyebabkan harga yang tinggi. Tetapi kami pastikan bahwa stok untuk Indonesia dalam tiga sampai empat bulan ke depan adalah cukup. Yang terjadi adalah kenaikan harga," katanya.

Akibat rentetan kejadian itu, harga kedelai melonjak hampir 50% sepanjang tahun lalu. Lonjakan ini mengakibatkan harga tahu dan tempe ikut terdongkrak.

"Sekarang ini harga kedelai itu US$ 13 per bushel atau per rumpunnya dan ini adalah harga tertinggi dalam enam tahun terakhir," katanya.

Lutfi memperkirakan harga kedelai akan bergerak liar untuk beberapa bulan ke depan.

"Kedelai ini harganya akan menguap terus, mungkin sampai akhir Mei 2021. Brazil kembali kepada produksi, mungkin lebih baik daripada tahun-tahun sebelumnya. Jadi kami melihat bahwa harga ini akan menguap terus sampai dengan akhir Mei," tuturnya.

"Kacang kedelai ini mekanisme tata niaganya tidak lagi dipegang oleh Kementerian Perdagangan atau pemerintah sejak 2013. Tapi kami pastikan bahwa ini akan menjadi sesuatu yang akan dipelajari dengan baik," lanjutnya.

Harga kedelai sempat menyentuh angka Rp 9.200-Rp 10.000 per kg, bahkan ada yang lebih dari Rp 10.000 per kg. Padahal biasanya harga normal di angka Rp 6.500-Rp 7.000 per kg. Akibatnya, pengrajin tahu dan tempe memutuskan untuk berhenti melakukan penjualan selama tiga hari, mulai tanggal 1 Januari hingga 3 Januari lalu.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Gawat! Harga Kedelai Diramal Masih Terus Ngamuk Sampai Mei

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular